Contents
Askara sang penerus tahta
5. Dia lagi.. ?
Askara merenung sendiri di kamarnya sementara Andin mengetuk-ngetuk pintu kamar dari luar namun sepertinya Askara mengabaikannya.
"Nak, sayang bisa bicara sebentar ga?" Ucap Andin sedikit berteriak namun Askara sama sekali tidak menjawabnya.
"Askara, buka pintunya nak."
"Mah, mas Aska tidak buka pintunya?" Tanya Rania yang tiba-tiba ada di hadapan Andin.
"Iya sayang." Andin tersenyum kepada putri bungsunya.
"Ih mas Aska kenapa sih." Gerutu Rania.
"Mas Aska bukaaa mas." Rania mengetuk pintu kamar Askara dengan cukup keras.
"Sayang, jangan keras-keras dong." Andin menegur Rania.
"Biarin mah biar mas Aska nya denger. Massss.. bukaaa." Rania teriak sambil tak hentinya menggedor pintu kamar Askara.
Tak lama kemudian pintu kamar Askara terbuka dan tak sengaja tangan Rania mengetuk dada kakaknya.
"Apa sih de berisik." Keluh Askara.
"Mas sih kenapa dari tadi mamah panggil-panggil ga nyaut-nyaut. Mana pintunya di kunci lagi." Ucap Rania kesal.
"Maaf mah, Aku lagi di kamar mandi. Tadi buru-buru karena kebelet." Askara berbohong karena tidak mau membuat ibu nya sedih.
"Oh kirain mamah, kamu marah sama papah nak." Andin mengelus lengan Askara lembut.
"Ngapain aku marah sama papah mah?" Tanya Askara pura-pura tidak tahu.
"Nggak sayang." Andin tersenyum.
"Oh ya mah, aku kan disini udah cukup lama. Kapan mamah mau bawa aku ketemu opa?" Tanya Askara.
"Iya mah Nia juga kangen sama opa." Timpal Rania.
"Mamah tanya papah dulu ya nak."
"Oke mah." Serentak keduanya.
***
Setelah Andin dan Rania pergi, Askara kembali masuk ke kamarnya. Dia duduk di tepi kasur sambil memandang foto dirinya di layar ponsel yang iseng ia ambil saat menggunakan seragam tentara yang ia pinjam dari temannya dan kebetulan kakak temannya itu adalah seorang tentara angkatan laut.
"Entah kenapa saat gue tau dulu papah pernah diselamatkan oleh tentara angkatan laut. Gue sangat ingin jadi seperti mereka. Selain bisa menjadi penyelamat juga sebagai pelindung negara. Tapi kenapa papah tidak setuju?" Askara mengusap-usap fotonya.
"Sepertinya gue harus jalan-jalan sebentar deh biar fresh otak gue."
Askara beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Andin yang sedang bersama Rania di ruang keluarga.
"Mah, aku mau jalan-jalan keluar sebentar." Ucap Askara setelah sampai dihadapan ibunya.
"Naik apa sayang?" Tanya Andin.
"Ga tau mah. Mobil aku kan di jepang." Jawab Askara.
"Naik odong-odong aja mas." Sahut Rania yang sedang asyik melukis.
"Diem kamu de." Askara menjitak pelan kepala Rania.
"Awww, sakit tau mas." Rania mengusap-usap kepalanya.
"Mas Askaaa,, disayang dong ade nya." Andin menatap Askara sambil tersenyum.
"Maaf mah." Askara memeluk Rania namun sepertinya kekencangan sehingga Rania kesulitan bernafas.
"Mass, pengapp." Rania menepuk-nepuk bahu Askara sementara dia hanya tertawa.
"Kalian ini, kapan akurnya sih." Gerutu Andin. "Nak, kamu pakai mobil oma aja. Kebetulan ga ada yang pake saat ini." Saran Andin.
"Boleh mah." Askara melepaskan pelukannya kepada Rania.
"Awas mas, tunggu pembalasanku." Rania cemberut kemudian berlari menuju kamarnya.
Andin tertawa kemudian beranjak dari tempat duduknya. "Sebentar ya, mamah ambilin kunci mobilnya.
"Oke mah."
Askara tidak sabar menunggu Andin yang sedang mengambilkan kunci mobil. Ia mondar-mandir sambil tersenyum.
***
Dihalaman depan pondok pelita terlihat Kiki dan Mirna sedang duduk di kursi taman sambil memantau anak-anak mereka yang kebetulan sedang berkunjung kesana.
Kiki menikah dengan salah satu staff di kantor Aldebaran yang bernama Anton. Sudah sekitar 10 tahun mereka menikah dan mereka juga sudah dikaruniai dua orang anak, satu anak laki-laki yang sudah berusia 8 tahun bernama Kian dan satunya lagi seorang anak perempuan berusia 5 tahun yang bernama Kinan. Dan mereka tinggal bersama keluarga Anton di Bogor sementara Kiki pulang kesana seminggu sekali.
Begitu juga dengan Mirna, anak-anaknya tinggal bersama ibu nya Mirna sementara ia dan Riza tinggal di pondok pelita.
Mirna dan Riza sudah menikah selama 15 tahun, dan sudah di karuniai satu orang anak perempuan bernama Aira yang kini sudah berusia 12 tahun.
"Mba Mir tadi denger ga pas di meja makan?" Tanya Kiki terlihat sedih.
"Iya ki, kasihan Askara ya. Keliatan banget dia sedih." Jawab Mirna.
"Mba Mir tau ga, mas Askara itu cita-citanya mau jadi tentara loh."
"Masa sih Ki?" Tanya Mirna penasaran.
"Iya, Kiki pernah denger mas Aska telfonan kemaren-kemaren. Katanya seneng karena ada panggilan seleksi tentara gitu."
"Aduhh gue jadi takut Ki kalau Askara nekat pergi dari rumah demi cita-citanya."
"Ihh amit-amit mba." Kiki bergidik mendengar ucapan Mirna.
"Pada ngobrolin apa sih kayanya asyik banget." Tiba-tiba Askara datang dari arah belakang mengagetkan Mirna dan Kiki.
"Eh mas Aska, sejak kapan mas Aska disitu?" Tanya Kiki gelagapan.
"Emm,, dari kemaren kayanya." Askara tertawa sambil pergi meninggalkan Kiki dan Mirna yang masih kelihatan panik.
***
Askara pun pergi menggunakan mobil almarhumah oma Rosa. Sempet di tawarin Riza untuk pengawalan namun Askara menolak karena ia merasa bukan orang penting yang kesana kesini harus dikawal oleh bodyguard.
Saat sedang asyik menyetir tiba-tiba seorang perempuan menyeberang sembarangan hingga hampir tertabrak. Untung refleks Askara sangat baik hingga tidak ada kejadian yang tidak diinginkan.
Askarapun turun dari mobil nya dengan sangat kesal sambil berteriak.
"Woyyy kalo nyeberang tuh pake mata." Dia menghampiri perempuan tadi yang masih menutupi mukanya sambil menjerit karena kaget akan tertabrak.
Perlahan perempuan itu membuka tangannya dan Askara kaget karena ternyata dia adalah orang yang pernah bertabrakan dengan Askara waktu di bandara.
"Loe yang dibandara itu kan?" Tanya Askara.
"Emmm,, emmm,, ii ii ya." Jawab perempuan itu dengan gelagapan karena masih merasa shock.
"Haduuhhh, ceroboh banget loe ya." Askara tersenyum sinis.
"Ma ma maaf kak, sa sa saya buru-buru." Perempuan itu menundukan wajahnya dan terlihat sangat ketakutan.
"Iya tetep hati-hati dong, tadi kalau sampai gue nabrak loe tetep gue yang disalahin."
"Iya kak, maaf." Berkali-kali dia mengangguk-anggukan kepalanya sambil menangis.
"Ehh, koq nangis." Askara merasa iba melihat perempuan di depannya menangis.
"Ada apa ini, kamu mau peras dia ya?" Tiba-tiba beberapa warga sekitar menghampiri mereka.
"Bukan pa, ini salah paham. Tadi.." Belum selesai Askara berbicara, warga lainnya memotong kalimatnya.
"Bohong pasti, liat dia sampe nangis gitu."
"Denger dulu pa, tadi dia hampir ketabrak mobil saya." Bela Askara namun sepertinya warga tidak mempercayainya. "Heyy, ngomong dong." Ucap Askara ke perempuan itu.
"Iya pa, dia memeras saya. Dia maksa maksa saya untuk ikut dengannya. Saya takut." Ucap perempuan itu sambil tak hentinya menangis.
"Ehh, bohong bohong. Koq loe ngomong gitu sih." Askara mendekati perempuan itu.
"Pergi sekarang atau kami angkut ke kantor polisi." Teriak salah satu warga.
"Oke oke, awas loe ya kalau ketemu gue lagi." Ancam Askara sambil menunjuk ke arah perempuan itu.
Askarapun menuju ke mobilnya lagi dan pergi meninggalkan kerumunan dengan sangat kesal.
***