Contents
Good Romance
Tinggal Bersama dalam Satu Atap
Selama di perjalanan, Elsa dan Roy berbincang ringan.
"Lo adiknya Andin?"
"Bukan, gue sahabatnya."
"Sahabat? Tapi keliatannya kok dekat banget, apalagi sama orangtuanya.."
"Kalau sudah tahu dekat, kenapa nanya?"
"Kok lo marah sih"
"Tidak, gue biasa saja."
"Tuh kan marah lagi."
"Apaan sih.."
"Jadi lo siapanya Andin?"
"Gue adiknya, adik sambung."
Roy yang mendengar, seketika terdiam dan terkejut dengan pernyataan tersebut.
"Dulu, mama papa nunggu gue lama. Sampai akhirnya, mereka mengadopsi bayi perempuan dan namanya Andini Kharisma Putri. Setelah beberapa bulan kemudian, mama mengandung gue."
"Jadi bisa dibilang, lo sama Andin tidak jauh beda?"
"Iya."
"Tapi mama papa tidak pernah membedakan gue sama mbak Andin. Mereka adil dalam memberikan kasih sayang. Sampai warna tas sekolah, kamar, dibikin sama. Dan kata mereka juga, mereka tidak akan membiarkan siapapun menyakiti gue sama mbak Andin."
Obrolan terasa mengharukan, hingga akhirnya Roy mengalihkan topik pembicaraan dengan,
"Kalo Andin gue percaya, abang gue tidak akan menyakiti dia. Tapi untuk lo.."
"Apa? Lo mau ngomong apa?"
"Kayanya nasib lo sama Andin beda Sa.."
"Maksud lo?"
"Iya, secara Andin kan baik, sedangkan lo kaya mak lampir."
"Oh gitu, lo berani sama Gue?"
"Aaa takut, ampun" ucap Roy becanda
"Awas lo ya"
Roy tertawa kecil melihat tingkahnya, hingga akhirnya ia menepikan mobil di tepi jalan.
"Lho, kok berhenti?"
"Sebentar" ucap Roy sembari mengambil barang dari kursi tengah
"Lo mau ngapain?"
Roy tidak menggubrisnya dan langsung melepas pakaian batik.
"Lo jangan macam-macam ya Roy" ucap Elsa sembari menutup wajahnya
"Siapa yang mau macam-macam sih!"
"Lo ngapain buka baju?"
"Lihat sebentar makanya" ucap Roy sembari menarik tangan Elsa yang menutupi wajahnya
"Gue pake double Sa, lo mikirnya kejauhan sih" sambungnya
Perlahan Elsa melepas tangannya dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
"Lanjut tidak nih"
"Iya"
Merekapun melanjutkan perjalanan dan beberapa menit kemudian tiba di kampus.
"Thank's"
"Iya Sa, santai saja kenapa sih.."
Elsa menanggapinya dengan tersenyum tipis.
"Eh Sa, senyum lo kok manis sih?"
"Ye, emang gue manis. Lo nya saja yang lama sadarnya" ucapnya becanda
"Lah, malah gr nih anak"
"Bodo amat. Sudahlah, gue mau ke kelas.."
"Ya sudah.." ucapnya tenang
"Lo tidak turun?"
"Tidaklah.."
"Lah kenapa? Wah, lo mai absen ya?"
"Wah, parah sih kalo iya.." sambungnya
"Sesekali tidak apa-apa kali Sa"
"Wah, parah nih anak. Beda banget sama abangnya, Aldebaran."
Mendengar jika dirinya tengah diperbandingkan, Roy segera menginjak pedal gas mobilnya.
"Gue belum turun Roy!"
"Bodo, siapa suruh ngobrol.."
"Ih, gila lo. Stop, stop tidak!"
Tanpa menunggu lama, Roy menghentikan mobilnya.
"Balik sekarang!"
"Tidak!"
"Balik!"
"Tidak!"
Terjadi perdebatan kecil di antara mereka, hingga akhirnya Elsa memilih turun. Dari dalam mobil Roy menyeru,
"Payungnya lupa Sa, panas" ucapnya meledek
"Awas lo ya"
Dengan tertawa keras, Roy meninggalkannya di sana.
"Keterlaluan banget sih Roy, tega banget ninggalin gue di sini. Mana panas, belum lagi lumayan jauh ini" rengeknya
Saat tengah bergumam, datang mobil berwarna putih. Elsa yang tidak mengenalnya, hanya terdiam memandangnya. Beberapa saat setelah sang sopir menghentikan mobilnya di sampinya Elsa, ia pun keluar.
"Hay Sa" ucapnya
"Lo siapa?"
"Gue Riki"
"Riki?" ucapnya sembari mengingatnya
"Iya, yang kemarin hadir di pernikahan Andin, kakak lo."
"Oh iya, gue ingat."
"Lo ngapain di sini?"
"Ini, mau ke kampus" ucapnya sembari melirik arlogi di tangannya
"Mampus, udah telat gue" ucapnya panik kemudian berlalu dari sana
"Bareng gue saja Sa" ucap Riki tenang
"Ya sudah, ayo"
Merekapun bergegas menuju kampus.
*Di Istana Pondok Pelita
Bersamaan dengan mama Rosa, mereka tiba di rumah pondok pelita.
"Al, Andin, kok.." ucapnya heran
"Iya ma, Andin ngajak pulang"
"Oh"
Tanpa mempertanyakan lebih, mama Rosa mengajaknya ke rumah. Sesampainya di sana, mereka disambut hangat oleh Kiki dan Mirna. Di mana mereka adalah seorang pekerja di rumah tersebut.
"Malam bu Rosa, mas Al, mbak Andin" sapa Kiki
"Malam pak bos, bu" sambung Mirna
"Ki, tolong langsung bawa barang Andin ke kamar ya" ucap Aldebaran
"Baik mas Al"
"Tidak usah Ki, saya bisa sendiri" Andin berusaha menahannya
"Saya gaji dia Ndin"
Tanpa ada perlawanan, Andin terdiam dan Kiki segera mengambil barang tersebut.
"Mir, Reyna kemana?"
"Sudah tidur pak"
"Ya sudah, kamu boleh istirahat ya. Malam ini kamu tidur sama Reyna saja, takut dia bangun tengah malam karena capek."
"Baik pak."
"Jangan, biar saya saja yang tidur sama Reyna."
Mama Rosa, Aldebaran, dan Mirna heran dengan ucapannya.
"Tidak, maksudnya adalah saya sekarang kan mamanya Reyna, biar saya saja yang menemaninya. Gitu maksudnya" ucap Andin gugup
"Tidak, biar sama Mirna. Mir" ucap Aldebaran sembari memberikan kode agar Mirna segera ke kamarnya
"Baik pak, permisi"
"Ya sudah Al, Ndin, mama istirahat duluan ya. Capek banget soalnya"
"Iya ma"
"Hem ma, mau aku pijit?"
"Tidak usah" ucap Al
"Aku ngomong sama mama mas, kenapa kamu yang jawab?"
"Benar kata Al Ndin, tidak usah. Mama cuma butuh istirahat, tidur aja cukup kok."
"Oh, ya sudah ma."
Mama Rosa meninggalkan mereka di sana. Suasana kembali hening, dan mereka enggan mengobrol.
"Ikut saya!"
Tanpa membantah, Andin mengikutinya. Berhenti di sebuah ruang, Aldebaran memintanya agar masuk terlebih dulu. Pintu terbuka setelah, ia mempersilakan Andin.
"Kamu duluan, saya mau ke depan sebentar."
"Iya"
Andin perlahan memasuki ruang tersebut, dan "wow, bagus banget kamarnya.."
"Kamar gue saja tidak sebagus ini" sambungnya
Merasa penasaran dan kagum dengan kamar tersebut, ia pun berkeliing menelusurinya. Hingga di depan sebuah cermin, Andin bergumam pelan yang diikuti tawa, "beruntung memang tidak ada di kalender."
Beberapa saat kemudian, Aldebaran masuk tanpa mengetuk pintu. Andin yang terkejut, kemudian menatapnya tajam. Aldebaran yang merasa tidak merasa bersalah, kemudian menyeru "kenapa?"
"Ketuk pintu dulu kenapa sih?"
"Terserah saya, kamar kamar saya, kenapa kamu yang repot."
Dengan wajah datar, Andin memperhatikannya.
"Sudah jangan mulai, lebih baik bersih-bersih saja, kemudian istirahat."
"Iya."
Setelah bersih-bersih, Andin berniat ke kamar Reyna tanpa sepengetahuannya. Namun saat pintu terbuka, Aldebaran menyeru, "mau kemana?"
"Ke kamar Reyna sebentar mas"
"Tidak usah, nanti ganggu dia. Di sana juga ada Mirna. Udah, jangan khawatir. Mending istirahat saja"
"Tapi mas"
"Andin.."
"Iya"
Andin menutup pintu kembali dan menuju ranjang, diambilnya bantal serta selimut, hingga akhirnya Aldebaran memperingatinya agar tidak jauh-jauh darinya.
"Tidak usah takut, saya tidak akan makan kamu. Kita udah sah Ndin, jadi saya sebenarnya sudah berhak."
Mendengar pernyataan tersebut, raut wajahnya berubah dan langsung menuju sofa.
"Mending saya yang tidur di sofa" ucap Al sembari beranjak dari ranjang dengan menenteng bantal dan selimut
"Kamu di sini saja, biar saya yang di sofa" sambungnya
Diam tanpa sekata patahpun, Andin membiarkannya
beristirahat di sana. Namun di tengah malam, hawa dingin menusuk tulang dan Al pun pindah bersama Andin.