Contents
Mystery of Amazon
Bab 6
AKU masih merenungkan semua perkataan Miguel. Jika memang benar semua berkaitan dengan penelitian yang kami lakukan, ini sungguh sulit dibayangkan, terutama oleh orang yang berpikir logis sepertiku. Hal-hal mistis dan gaib terkadang sangat sulit dimengerti nalar.
Barusan aku sudah mengabari kantor pusat di London dan berbicara dengan Profesor Duncan, pimpinan proyek penelitian. Dia terdengar tak percaya dan tetap memintaku untuk melanjutkan menjelajah rimba Amazon. Profesor Duncan berkata akan mengirim asisten tambahan apabila Richard dan Gerald belum bisa membantu.
Richard dan Gerald, mereka pergi bersama Daniel ke hutan. Mereka ditemukan pingsan karena dehidrasi. Sekarang masih dirawat dan beruntung tidak ada luka serius. Aku menjenguk mereka setelah keluar dari kamar Daniel, sedangkan Miguel pamit pergi ke kantornya karena harus membuat laporan.
“Ceritakan apa yang sebenarnya terjadi,” ujarku.
Richard dan Gerald dirawat di ruangan yang sama. Mereka sudah bisa duduk meski masih agak pucat. Gerald duduk dengan gelisah, sedangkan Richard tertunduk dengan tangan gemetar. Mereka tampak gugup dan ketakutan.
“Kami terpisah. Aku dan Richard pergi ke arah utara. Kami bermaksud untuk mencari telur-telur itu lagi. Daniel pergi ke barat, menuju lokasi saat kau ditemukan pingsan tempo hari.” Gerald bercerita.
“Kemudian sesuatu yang aneh terjadi. Kabut turun begitu cepat, membuat kami sesak dan menggigil. Padahal saat itu masih tengah hari, hanya satu jam sejak kami masuk hutan.” Richard menambahkan.
Gerald mengangguk untuk meyakinkanku. Aku menunggu, sibuk menganalisis perkataan mereka. Tidak ada kebohongan di dalamnya. Mata mereka jujur.
“Lalu apa yang terjadi?” tanyaku.
“Kami kehilangan arah. Tersesat. Semua alat komunikasi tidak berfungsi. Jarum kompas pun jadi bergerak tak keruan. Seakan-akan kami berada di dimensi lain. Semuanya hampa. Kami bahkan tidak dapat saling mendengar suara sendiri. Kemudian ….” Suara Gerald tersekat.
“Makhluk itu datang menghadang, muncul dari balik kabut, menyerang kami hingga kami lari pontang-panting. Kami tidak menyadari ada permukaan tanah yang menurun. Kami terjatuh, terguling-guling, lalu pingsan.” Richard menutup cerita.
Keningku berkerut. “Makhluk apa?”
Richard menggeleng. Wajahnya pias ketakutan. “Aku tidak tahu, tetapi bentuknya sangat menakutkan.”
“Seperti kukang raksasa berbulu lebat,” timpal Gerald.
“Dia tidak punya wajah, tetapi ada satu mata besar di tengah kepalanya yang kecil. Badannya besar dan berbulu gelap. Dia punya lubang di tengah perutnya, ada geligi tajam dan panjang di sana.” Richard bergidik.
“Tangannya besar dan panjang hingga menyentuh tanah dengan kuku-kuku runcing. Bau tubuhnya busuk. Suaranya … menggeram, sungguh mengerikan.” Gerald menelan ludah dengan susah payah, tangannya bergetar hebat.
Seketika kepalaku berdenyut nyeri membayangkan apa yang mereka katakan. Rasanya sosok makhluk seperti itu hanya akan kutemukan dalam cerita horor atau apa pun yang berbau fiksi. Sulit untuk dipahami dengan akal sehat.
“Kalian tidak mabuk?” tanyaku masih belum percaya.
Richard menggeleng. “Kami dalam keadaan segar bugar saat berangkat. Satu-satunya yang terlihat sakit hanya Anna. Dia tiba dari rumah sakit dengan wajah yang pucat. Maka dari itu Daniel menyuruhnya beristirahat dan meminta Miguel untuk menjemputmu di rumah sakit.”
Aku baru ingat bahwa mereka belum tahu kondisi Anna. “Dengar. Ada yang harus aku sampaikan. Anna tewas di rumah dinas,” ujarku.
“Apa?” seru mereka bersamaan.
*
Nyeri kepalaku masih belum pulih ketika memutuskan untuk beristirahat di ruang tunggu. Aku membeli sebotol air dingin dari mesin, kemudian menenggak isinya sampai tersisa setengah. Semua yang terjadi benar-benar membingungkan. Kematian Anna, kondisi Daniel, cerita dari Gerald dan Richard, semua terjadi begitu cepat dan sulit untuk dipahami.
“Mapinguari[1].” Suara itu membuatku terlonjak, hampir terjengkang dari kursi.
Aku menoleh ke arah suara. Seorang wanita tua berperawakan kecil tahu-tahu sudah duduk di sebelahku. Tubuhnya mungil, tetapi cukup waskita untuk seorang nenek tua. Kepalanya dibungkus kerudung layaknya seorang gipsi. Matanya menatapku dengan sorot misterius, perpaduan antara cemas dan kasihan.
“Maaf? Anda bicara kepada saya?” tanyaku.
Dia mengangguk. Tatapannya berubah menjadi lembut. Tangannya yang keriput dan kasar terulur lalu menyentuh tanganku.
“Apa yang mereka temui adalah Mapinguari. Monster penghuni Amazon.”
Aku masih bingung akan perkataannya. Terlebih dia bicara dengan aksen yang begitu kental. Lalu aku menyadari. Nenek itu memang berada di ruang rawat tadi. Dia menunggui seorang remaja laki-laki yang kakinya dibebat.
“Kau harus berhati-hati, Lindo[2].” Suaranya setengah berbisik. “Sebaiknya kalian tidak mengusik kehidupan rimba untuk tujuan yang tidak baik.”
Keningku berkerut. “Kami hanya melakukan penelitian. Kami ingin mengetahui daur hidup dan genetika kupu-kupu morpho biru.” Aku membela diri.
Dengan wajah merengut nenek tersebut menggeleng. “Mereka punya maksud lain. Mereka yang akan celaka,” bisiknya.
Tanpa bicara lagi nenek itu bangkit lalu meninggalkan aku yang masih terpaku bingung. Langkahnya diseret. Aku baru menyadari kaki kirinya ternyata lebih kecil seperti penderita polio. Jika memang benar apa yang dikatakannya, itu berarti Anna, Daniel, Richard, dan Gerald punya tujuan lain saat memasuki hutan?
*
“Halo, Kelly. Aku sudah selesai dan akan menjemputmu. Kau sudah makan siang?” Miguel berbicara di saluran telepon.
“Cepatlah! Ada yang ingin kutanyakan kepadamu,” jawabku.
Kudengar Miguel terbahak. “Baru beberapa jam saja kita berpisah, kau sudah kangen!”
“Hih!” Aku segera menutup telepon dengan keki.
Tak sampai satu jam, Miguel tiba di rumah sakit. Dia mengajakku makan siang di kantin rumah sakit dan mengatakan bahwa sehabis ini kami akan mengambil barang-barangku di rumah dinas.
Aku makan tanpa banyak bicara, menahan diri untuk mengajukan pertanyaan. Miguel terlihat bersemangat karena mendapat kabar baik. Katanya dia akan bekerja dengan rekan baru. Seorang wanita. Aku tiba-tiba merasa tak senang.
“Memang ada polisi hutan wanita?” tanyaku asal-asalan.
“Jangan salah, wanita Brasil adalah petarung yang dapat mengalahkan banteng yang sedang birahi!” tukas Miguel sambil tergelak.
Ya, Tuhan! Apa yang sebenarnya ada dalam otakku ini? Bisa-bisanya aku bersikap sinis dan konyol. Seperti anak bau kencur patah hati. Aku menggeleng-geleng untuk mengusir pikiran bodohku.
“Ada apa? Pusing?” tanya Miguel.
“Ti-tidak. Oh, ya, aku ingin menanyakan sesuatu.” Aku buru-buru mengalihkan topik. “Apa itu Mapinguari?” Serta-merta Miguel terbatuk-batuk, tersedak kaget mendengar pertanyaan dariku. Dia lantas meneguk air dan berusaha memulihkan rasa terkejutnya.
“Dari mana kau dengar itu?” Miguel balik bertanya.
“Dari seorang nenek. Dia sedang menunggui pasien di kamar yang sama dengan Richard dan Gerald.”
“Dengar, Kelly,” ujarnya dengan muka serius. “Kau tidak usah tahu apa itu Mapinguari. Hal yang terpenting, kau harus segera sembuh dulu.”
Aku merengut tak suka. “Aku bukan bocah, Miguel. Katakan kepadaku makhluk apa itu? Apakah benar-benar nyata? Hewan langka? Atau hanya mitos?”
Pria itu menghela napas, tanda menyerah. Percuma saja berdebat denganku. Dia tahu aku akan bersikeras. Setidaknya itu yang kulihat dari matanya. Miguel menaruh sendoknya hati-hati, sepertinya dia berpikir harus mulai dari mana. Aku menopang dagu, menatapnya lurus, menunggu dengan tatapan mengintimidasi.
Rasanya lucu, melihat pria sebesar dia menyerah karena tatapan mataku. Jika dilihat dari ukuran, bobotku hanya dua per tiganya. Namun, wanita selalu menang, bukan?
“Mapinguari adalah makhluk penghuni rimba Amazon. Dia memangsa manusia yang berniat jahat dan merusak. Makhluk mitos itu semula dikira hanya isapan jempol, tetapi seorang ilmuwan telah berhasil melakukan riset. Dia berhasil mewawancarai sedikitnya dua ribu orang yang mengaku pernah melihat makhluk itu secara langsung.” Miguel memaparkan.
“Kau pernah melihatnya?” tanyaku.
Dengan satu anggukan kepala, Miguel berhasil membuatku terpana. Aku hampir menyemburkan makanan dalam mulut.
***
[1] Mapinguari: makhluk mitos pemakan manusia yang hidup di rimba Amazon
[2] Lindo: cantik (Bahasa Portugis)