Try new experience
with our app

INSTALL

Let Up! 

Kesempatan Kedua

MARGARET duduk di pinggir dipan dalam sebuah kamar tak berjendela berukuran 3x4. Pikirannya berkecamuk. Kamar ini adalah saksi bisu pergumulan antara dirinya dan Robert. Bagaimana Robert memperlakukan dirinya. Bagaimana akhirnya mereka menjadi dekat dan Margaret semakin mengenal sosok Robert yang rapuh dan kelam. 

Margaret masih ingat ketika pertama kali ada di kamar ini. Ketakutan mencekam dan menghantui dirinya. Margaret mencari seribu satu cara untuk bisa keluar dari tempat ini. Mungkin saja keluarganya sudah kalang kabut mencari tahu keberadaannya kini.

“Lepaskan aku!” Margaret berteriak-teriak sambil memukul pintu dengan segenap tenaga yang dimilikinya.

Tidak ada yang menanggapi. Ia pun tidak tahu di mana dirinya berada. Ia tidak tahu persisnya sekarang siang atau malam.

Pintu kamar itu terbuka dan menampakkan sosok lelaki tegap dengan jambang yang tumbuh jarang-jarang.

“Makanlah. Jangan buang-buang tenagamu untuk berteriak. Tidak akan ada yang mendengarmu. Ini ruang bawah tanah,” ujarnya sambil menatap Margaret yang sedang ketakutan di sudut kamar.

“Kamu tidak perlu takut. Aku tidak akan menyakitimu. Selama orang tuamu memberi sejumlah uang yang kuminta, aku janji akan melepaskanmu tanpa luka sedikit pun.” Lelaki itu menambahkan, kemudian berlalu meninggalkan Margaret agar bisa dengan tenang menyantap makanannya.

Laki-laki itu menepati janjinya, bahkan setelah tiga hari Margaret mendekam di kamar bawah tanah. Tak sedikit pun ia menyakiti Margaret.

“Siapa namamu?” tanya Margaret memberanikan diri. Ia tak bisa terus-menerus dalam kebisuan dan keheningan tanpa lawan bicara. 

Tak disangka, lelaki itu menjawab pertanyaan Margaret. “Robert. Robert McGuire.”

Mata Robert yang berwarna biru terfokus ke arah Margaret dan menyebabkannya salah tingkah.

Robert hendak meninggalkan Margaret, tetapi perempuan itu kemudian memanggilnya.

“Apakah kamu mau menemaniku makan, Rob? Aku bosan sendirian di kamar ini.” Entah mengapa Margaret setengah memohon agar Robert singgah dan tak meninggalkannya.

Robert menghentikan langkahnya. “Kamu tidak takut denganku?”

Margaret mengangkat bahunya. “Aku percaya kamu tidak akan menyakitiku. Kalau mau, pasti sudah kamu lakukan sejak kemarin.” Nada bicara Margaret terdengar begitu percaya diri. Tidak ada lagi ketakutan seperti saat pertama kali Robert menculik dan membawanya kemari. 

Robert duduk di depan Margaret tanpa membawa senjata apa pun. Namun, tetap saja tubuh Robert lima kali lebih kuat ketimbang tubuhnya. Akan sia-sia jika Margaret mencoba menyakitinya. Percuma saja mencoba kabur karena Robert pasti mampu mengejar dan menemukannya. Satu-satunya pilihan bagi Margaret adalah mencoba berteman dengan Robert, mengetahui apa keinginannya.

“Berapa yang kamu minta sebagai uang tebusanku?” tanya Margaret sambil mengamati Robert. Ia cukup tampan jika saja mau bercukur dan sedikit merapikan rambut gondrongnya.

Robert mengerucutkan bibirnya yang terbelah seperti Angelina Jolie. “Lima milyar,” jawabnya tanpa ragu.

Mata Margaret membulat, kaget. “Kamu bercanda. Dari mana orang tuaku bisa mengumpulkan lima milyar?” 

“Karena itulah kuberi waktu hingga minggu depan,” timpal Robert dengan sorot matanya yang tajam, lagi-lagi membius Margaret dan membuatnya salah tingkah.

“Untuk apa uang sebanyak itu, Rob? Maksudku, kamu tampak sehat dan bugar. Kamu bisa bekerja daripada melakukan tindakan kriminal. Itu membahayakan dirimu sendiri.” Ada nada khawatir dalam kalimat Margaret. Ia sendiri tak tahu mengapa dirinya harus mengkhawatirkan orang yang menyekapnya.

Robert memalingkan wajahnya. Ekspresinya menjadi sedih. Kemudian ia pun melangkah menuju pintu, meninggalkan Margaret seorang diri. “Tidurlah. Ini sudah malam.”

***

Entah apa yang merasuki pikiran Margaret sehingga membuatnya begitu memperhatikan Robert. Orang tua Margaret masih belum bisa memenuhi permintaan Robert dan polisi belum juga menemukan keberadaan mereka. Hati kecil Margaret berharap semoga mereka tak segera menemukannya. Toh di rumah pun, orang tuanya tak pernah menemaninya. Margaret juga tak punya teman dekat. 

Margaret mungkin sudah gila karena ia berpikir mulai kerasan tinggal di tempat ini. Mata Robert yang tajam selalu membuatnya gugup. Bibirnya yang empuk dan hangat menyentuh bibir Margaret. Ini pertama kalinya Robert berani menyentuh Margaret setelah lebih dari satu minggu ia habiskan bersamanya.

Rongga mulut Robert begitu nyaman untuk didalami. Semakin membius Margaret dan meminta lebih. Robert seperti paham akan keinginan Margaret dan mengabulkannya. Margaret menggigit bibir bawahnya mencoba menahan erangan yang hendak keluar ketika mereka menyatu dalam kenikmatan. 

Tak pernah sedikit pun terlintas dalam benak Margaret bahwa ia akan menyukai Robert. 

“Uang itu akan aku pakai untuk membayar lintah darat yang mencekik ibuku hingga jatuh sakit. Aku perlu uang untuk membayar utang, membiayai ibuku yang sakit, membeli rumah yang layak untuknya, mengambil hak asuh anak karena mantan istriku tidak memperbolehkanku menemui anakku. Aku harus menunjukkan kalau aku mampu secara finansial. Aku harus memenuhi itu semua dan bekerja layaknya orang normal tak akan menghasilkan banyak uang dalam waktu sekejap.” 

Malam itu, Margaret mendengarkan kisah kelam Robert. Margaret terus memandang mata Robert yang berkaca-kaca. Satu tangan Robert ada di bawah leher Margaret, sementara tangan satunya memainkan rambut merah milik perempuan itu. Mereka sama-sama belum berpakaian. Terlalu malas untuk beranjak. Terlalu nyaman untuk meninggalkan posisi hangat itu. 

Margaret tidak ingin meninggalkan Robert. 

***

Margaret bisa mendengar suara gaduh dari kamarnya. Seperti bunyi derap langkah beberapa orang. Makin lama makin nyaring bunyinya.

Dari luar ada seseorang memanggilnya. “Margaret, apa kamu di dalam?”

Itu bukan suara Robert. Entah siapa. Apa yang terjadi pada Robert?

Margaret mundur menjauhi pintu hingga ke sudut ruangan ketika orang tersebut berusaha membobol pintu kamar Margaret dengan benda keras. Dilanjutkan bunyi letusan senjata api.

“Tembakan?” Margaret mendesis ketakutan.

Pintu kamar terbuka lebar dengan bagian kunci hancur berantakan. Dengan telinga masih pekak, Margaret melihat beberapa polisi bersenjata di tangan masing-masing.

Salah seorang dari mereka langsung menyergap Margaret dan memeriksa kondisinya. Sementara Margaret hanya bisa termangu dan menurut. 

“Bagaimana mungkin polisi menemukan keberadaan Robert?” Batin Margaret berkecamuk, pikirannya kalut. 

Terlihat polisi lain menggeledah seisi ruangan. Memeriksa setiap sudut untuk memastikan tidak ada yang mencurigakan.

Margaret digiring menuju luar rumah. Akhirnya ia mengetahui tempatnya berada selama ini. Ia mengerjap karena cahaya matahari menyakiti matanya. Tampak pegunungan mengelilingi rumah Robert. Pantas jika tidak ada orang mudah mengendus keberadaan Margaret selama disekap. 

Kemudian Margaret melihat Robert digiring dua polisi di sebelah kanan dan kirinya. Tangannya telah diborgol. Tampaknya ia tak bisa berkutik. Robert memandangi Margaret dengan ekspresi yang sulit ditebak.

“Robert ….” Margaret terpaku. Apa yang dapat ia lakukan untuk menolong Robert? Robert tidak pantas digelandang seperti itu. Menurut Margaret, Robert bukan penjahat. Ia terpaksa berbuat jahat karena dunia begitu kejam terhadapnya. Robert tidak pernah sekali pun menyakiti Margaret.

Tiba-tiba saja Margaret berlari ke arah Robert. Para polisi tak menyangka tindakan Margaret menghampiri Robert. Rupanya Robert berhasil mengakali borgol hingga terbuka hanya dengan seutas kawat yang ia sembunyikan di tangannya. Secepatnya Robert mengambil pistol di pinggul salah seorang polisi dan mengacungkannya kepada mereka. Ia mundur beberapa langkah menjauhi kawanan polisi bersama Margaret. “Tidak seharusnya kamu menghampiriku, M. Aku bisa menyelamatkan diriku sendiri,” bisiknya kepada Margaret.

Margaret yang masih memeluk Robert pun ikut membisikkan kata-kata. “Bawa aku pergi bersamamu, Rob.” 

Para polisi yang melihat kejadian tersebut langsung bersiaga. Mereka mengacungkan senjata, bersiap jika sesuatu hal di luar kendali akan terjadi.

“Tidak. Jangan. Aku tidak pernah ingin menyakitimu, M. Pergilah.” Suara Robert mengalun merdu di telinga Margaret. 

Gadis itu belum melepaskan pelukannya.

“Aku akan bersaksi bahwa kamu bukan penjahat, Rob. Aku akan memohon kepada orang tuaku agar mencabut laporan mereka.” Margaret tidak ingin Robert pergi.

Robert menggeleng. Untuk terakhir kalinya, ia tersenyum ke arah Margaret dan mendorong tubuhnya agar menjauh. 

Salah seorang polisi tiba-tiba menembakkan satu buah peluru tepat mengenai dada sebelah kiri Robert karena menyangka Robert akan menyakiti korban.

Peluru itu menembus dan menyebabkan tubuh Robert limbung hingga akhirnya jatuh ke jurang. Margaret berteriak di bibir jurang memanggil-manggil nama Robert. Beberapa polisi langsung mengamankan Margaret. Sementara yang lainnya berusaha mencari tubuh Robert.

***

Sudah setahun berlalu sejak kejadian itu, Margaret masih sering termangu sendirian memikirkan Robert yang sampai sekarang tidak ditemukan mayatnya. Bagaimana mungkin? 

“Ah, maaf.” Margaret menabrak seseorang hingga isi kantung belanjaannya berhamburan jatuh ke tanah. Pikirannya sering tidak fokus.

Beruntung orang tersebut membantu Margaret mengumpulkan apel-apel yang berserakan sebelum terinjak orang yang melintas. 

“Terima kasih,” ucapnya sambil memandang laki-laki di hadapannya. Matanya biru dan bibirnya terbelah seperti Angelina Jolie.

Ia tersenyum manis ke arah Margaret. “Hai, M.” []