Try new experience
with our app

INSTALL

CLBK (Cinta Lama Belum Kelar) 

2. Kadal dan Buaya

"Al, kerjaan lo di kantor apaan, sih?"


Pertanyaan itu tercetus dari mulut Michelle saat Aldino mengantarnya pulang setelah ketemuan dengan Rara tadi. Aldino memang cukup sering menjadi tukang ojeg Michelle. Bahkan sejak mereka masih sekolah dulu. Ibu Michelle sampai sudah kenal dekat dengan Aldino. Pun dengan keluarga Aldino yang kenal dekat dengan Michelle.


"Kenapa tiba-tiba lo nanya gituan?" tanya Aldino, pria tinggi dengan kulit yang cukup bersih itu.


Michelle mengedikkan bahu. "Enggak, sih. Cuma gue heran aja, kayaknya lo punya banyak waktu luang buat antar-jemput gue kalau gue lagi gak ada kendaraan," ucap Michelle, menyuarakan tanya dalam benaknya.


Aldino terkekeh pelan. "Kerjaan gue banyak. Lo gak bakalan bisa bayangin. Tapi, karena lo bagian dari prioritas gue, tentu gue harus meluangkan waktu saat lo butuh."


Mendengar jawaban Aldino, Michelle seketika menoleh. Dia menatap Aldino lamat-lamat. "Al, berapa banyak cewek yang luluh sama kata-kata manis lo?"


Aldino tergelak karena ekspresi wajah Michelle sekaligus pertanyaannya yang random. "Lo pikir gue buaya?"


Michelle mengangguk polos. "Iya. Dari dulu juga gitu, kan?" balasnya. Menatap Aldino sangsi.


Aldino seketika menjitak kepala Michelle. Padahal hanya pelan, tetapi reaksi Michelle berlebihan sekali sampai meringis dan memanyunkan bibir. "Mana ada gue buaya! Gue kadal tahu," ucap Aldino.


"Idih. Kadal dari mana? Gebetan lo ada di tiap tikungan, anjir!" tandas Michelle dengan yakin.


"Enak aja! Gebetan gue yang mana? Gue jomlo gini."


"Jomlo bukan berarti gak punya gebetan, Al. Jangan kira gue enggak tahu, ya!"


"Enggak, Michelle. Lagian lo tahu dari mana, deh, gue punya banyak gebetan? Su'uzan banget."


"Dari Bang Dias," kata Michelle innocent. "Kemarin gue ketemu dia di toko. Terus dia cerita soal gebetan-gebetan lo itu."


"Astaga. Terus lo percaya sama Abang gue yang hobinya nistain adeknya yang ganteng dan baik hati ini?" respons Aldino. Tersisip nada percaya diri yang tinggi di dalam suaranya, membuat Michelle speechless dibuatnya.


"Ya, percaya enggak percaya, sih. Lagian, gue mah mau lo punya gebetan atau enggak juga gak apa-apa," gumam Michelle santai. Kemudian menoleh pada Aldino dengan tatapan memicing. "Cuma, jangan keseringan mainin cewek. Inget umur, Pak!" lanjutnya sambil meninju pelan lengan Aldino.


Aldino lantas terkekeh karena tuduhan Michelle yang sama sekali tidak benar itu. "Astaga. Enggak, Michelle. Gue enggak berani mainin perempuan," katanya, memberi pembelaan. "Nih. Ibu gue perempuan. Pernah jadi korban perselingkuhan juga. Gue tahu beratnya perjuangan ibu gue buat besarin Bang Dias sama gue sendiri karena kelakuan enggak bertanggung jawab Ayah. Terus, masa gue malah jadi pemain perempuan, sih?"


Michelle mengetuk-ngetuk telunjuknya di dagu. Teringat Bunda Rahma, ibunya Aldino yang memang sudah menjanda cukup lama. Dia merawat Dias dan juga Aldino sendirian sejak Aldino berumur dua belas tahun. Ya, dia dan suaminya memutuskan untuk bercerai setelah mendapati bahwa suaminya tersebut berselingkuh dengan asisten pribadinya. Makanya itu, beberapa waktu lalu Aldino sempat mengeluh pada Michelle saat ayahnya datang dan menawari Aldino untuk melanjutkan perusahaan. Aldino pikir, sejak orang tuanya tersebut bercerai, dia sudah tidak pernah lagi mendapatkan kasih sayang ayahnya secara utuh. Menjengkelkan rasanya pria tua itu tiba-tiba datang meminta bantuan padanya untuk meneruskan perusahaan, karena istri barunya, yang dulu menjadi selingkuhannya, tidak bisa memberikan keturunan yang cukup kuat untuk melanjutkan usahanya. Satu-satunya anak yang mereka miliki adalah perempuan, gadis cilik bernama Vela. Namun, kini usianya baru saja empat tahun.


"Iya juga, sih."


Aldino lantas menoleh. "Jadi, masih percaya kalo gue buaya?" tanya pria itu.


Michelle tersenyum lebar. "Tetap. Percaya," tandasnya. Membuat Aldino menghela napas dalam. Lalu Michelle tergelak setelahnya.


***


Aldino memarkirkan mobilnya di depan rumah Michelle. Lantas keduanya keluar dari dalam kendaraan roda empat tersebut. Baru saja Aldino hendak pamit, Bu Mila, ibunya Michelle keluar dari dalam rumah dan langsung menyadari kehadiran Aldino di sana.


"Al, ke mana aja kamu? Ibu kangen, udah lama kamu enggak mampir."


Aldino lekas menghampiri wanita berusia awal lima puluhan tersebut dan mencium punggung tangannya dengan sopan. "Bu," sapanya. Tersenyum begitu lebar. "Iya. Belakangan aku sibuk di kantor, jadi enggak banyak waktu luang. Selain itu, enggak ada alasan buat antar-jemput Michelle kayak dulu sejak dia punya si Gofar." Aldino menyebutkan motor matic milik Michelle yang sudah dari kemarin di bengkel karena mogok.


Michelle berjalan menghampiri Aldino dan menepuk punggung lelaki itu. "Alasan mulu. Bilang aja, sibuk punya gebetan sana-sini," katanya dengan disisipi jenaka.


Aldino menggertakan gigi tak terima. "Udah gue bilang gue enggak punya gebetan. Batu banget, sih, lo kalau dibilangin," gerutu Aldino, membuat Mila yang mendengarnya menjadi terkekeh.


"Kalian ini! Masiiih saja hobi kelahi. Udah, ah. Ayok masuk, Al. Ibu udah masak ikan gurame di dalam. Kamu suka, kan, ikan gurame bakar buatan Ibu?" Mia menatap ramah Aldino.


"Iya? Ibu masak ikan gurame bakar?" pekik Aldino antusias. Ekspresinya sama sekali tidak dibuat-buat. "Ayok, Bu! Al jadi laper, nih!"


Sementara Aldino begitu antusias hendak makan gurame bakar buatan Mila, Michelle justru membulatkan mata tak habis pikir. "Bu, tadi kita habis makan siang sama Rara. Perut aku masih begah. Ni anak juga makan banyak banget tadi! Sampai bagian aku juga dia embat, lho!" tuduhnya pada Aldino.


Aldino lekas memasang ekspresi merengut menatap Michelle. "Chelle, kita makan sekitar empat puluh lima menit lalu. Makanan gue udah tercerna. Sekarang gue mau makan ikan gurame buatan Ibu!"


"Buset!" Michelle menggeleng tak percaya. "Perut lo seukuran gentong apa gimana? Atau aji mumpung bisa makan gratis di rumah gue?"


Aldino tersenyum sangat manis. "Yang kedua," katanya. Menjawab tanpa berdosa sama sekali. "Masakan Ibu kan favorit gue selain masakan Bunda. Di kafe tadi mah kurang maknyos. Jadi mumpung Ibu juga baru kelar masak, daripada entar enggak habis, mending sekalian gue numpang makan biar masakan Ibu enggak mubazir."


Michelle merotasikan bola matanya dengan malas. "Pinter banget lo kalau jawab soal makanan!" decak Michelle pelan.


Mila tertawa melihat tingkah kedua muda-mudi tersebut yang setiap bertemu selalu ada saja hal yang mereka debatkan. "Sudah, ah. Ayo, masuk. Nanti makanannya keburu dingin. Al juga udah lama enggak mampir. Ibu kangen," ucapnya penuh perhatian pada lelaki tinggi di sisinya


Aldino semakin besar kepala diperlakukan dengan begitu baiknya oleh Mila. Membuat Michelle hanya bisa mengembuskan napas panjang melihat tingkah lelaki itu yang begitu girang berjalan ke ruang makan seolah rumah Michelle sudah menjadi rumah kedua untuknya.


***