Try new experience
with our app

INSTALL

Ayam Jantan Berkokok Cinta 41-66 

45. Sofi vs Suci

 

"Apa pun alasannya gue tidak mau kehilangan Kak Iip! Okelah kalau Kak Iip tidak mau berkorban dengan pura-pura, asalkan Kak Iip tidak meninggalkan Sofi! Gue yang akan berjuang untuk mendapatkan Kak Iip! Berjuang untuk mendapatkan restu papa dan berjuang untuk memiliki Kak Iip, bersaing dengan cewek mana pun!" 

 

 

Sofi takut kehilangan Iip. Ia mengambil smartphonenya dan mencoba menghubungi Iip, tapi ia masih takut kalau menggunakan video call jadi ia memilih menggunakan telepon WhatsApp.


 

Akan tetapi Iip sedang tidak membawa smartphonenya. Ia meninggalkan smartphonenya di dalam kamarnya. Saat Suci kembali ke rumah Tuan Buyung, ia mendengar suara smartphone itu. Ia mencari-cari arah suara itu. Suara itu berasal dari kamar Iip. Suci masuk ke kamar Iip. Ia melihat smartphone Iip tergeletak di meja kecil dekat tempat tidur. Ia mengangkat smartphone Iip.


 

"Halo! Siapa ya? Cari Kak Iip ya? Maaf ya, Kak Iip baru ML sama aku dan sekarang Kak Iip ketiduran kecapean. Kalau ada pesan boleh disampaikan ke aku! Nanti aku sampaikan ke Kak Iip kalau dia sudah bangun!" Suci tersenyum licik. Telepon itu lalu mati tanpa meninggalkan pesan. Suci meletakkan smartphone Iip di tempat ia mengambil. Suci ke luar dari kamar Iip. Pada saat itu Tuan Buyung melihat Suci ke luar dari kamar Iip.


 

"Suci masuk ke kamar Iip? Oh iya iyalah, kan dia bekerja untuk membersihkan kamar Iip!" pikir Tuan Buyung.


 

***

 

Setelah Iip bertemu dengan anak-anak, ia menjadi terpikirkan di mana keberadaan Lisita dan Tuan Royal.


 

"Anak-anak biasanya teh mainnya ten taman. Sami mawon kalian orang pacaran biasanya teh ten taman juga," kesimpulan Iip. Iip segera menuju ke taman.


 

Setelah sampai taman Iip melihat Nona Lisita dan Tuan Royal sedang bermain ayunan. Lisita sedang duduk di ayunannya sedangkan Tuan Royal sedang mengayunkan ayunannya.


 

"Romantis pisan, coba abdi kalian Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi juga iso seperti itu. Kapan-kapan ah ajak Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi ke ayunan!" ujar Iip. "Waduh lagi mesra-mesraan, iya masak abdi gangguin mereka? Jangan, iya, jangan, iya. Sebaiknya teh jangan tapi abdi teh mboten iso lama-lama membiarkan masalah kulo kalian Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi," bingung Iip.


 

Tuan Royal melihat keberadaan Iip.


 

"Itu Iip!" terang Tuan Royal kepada Lisita.


 

"Eh, iya! Katanya tadi tadi ke rumah Sofi? Bagaimana ya kabar hubungan mereka?" tanya Lisita penasaran.


 

"Iip, sini! Kenapa di situ?" seru Tuan Royal. Iip mendekat ke mereka.


 

"Iip bagaimana Sofi? Apa kamu sudah bertemu dengannya dan menjelaskan kebenarannya?" tanya Lisita saat Iip sudah mendekat.


 

"Sampun, tapi ... masih ada masalah, Nona," jawab Iip.


 

"Sofi tidak percaya?" tanya Lisita.


 

"Kalau soal itu sepertinya sampun percaya kalian abdi. Masalahnya lain lagi Nona," kata Iip.


 

"Masalahnya apa lagi?" tanya Lisita.


 

"Minta abdi ngakuin ngelakuin sama dia kehadapan Pak Werkudara," jawab Iip. Tuan Royal dan Lisita saling pandang tidak paham. Tuan Royal sampai garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal sangking tidak pahamnya.


 

"Ngakuin ngelakuin apa maksudnya, Iip?" tanya Tuan Royal.


 

"Ngakuin ngelakuin tragedi untuk membuktikan keseriusan cinta abdi," jawab Iip.


 

"Hah ... tragedi?!" tanya Tuan Royal dan Lisita yang semakin bingung.


 

"Tragedi apa, Iip?" tanya Tuan Royal.


 

"Kalau cerita itu yang jelas, Iip!" kata Lisita.


 

"Pak Werkudara salah paham kalian abdi lan Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi saat abdi mengembalikan bajunya. Dikira Pak Werkudara abdi kalian Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi sampun terjadi tragedi. Pak Werkudara meminta pertanggung jawaban abdi dan meminta agar Neng Geulis Ayu Sofi divisum. Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi meminta abdi untuk mengakui hal itu demi tidak dipisahkan kalian papanya. Abdi mboten purun, soale niku cara sing salah. Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi memaksa, jika abdi henteu hoyong berarti abdi teh mboten serius kalian Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi," terang Iip panjang kali lebar kali tinggi.


 

"Oh, saya paham maksudnya tragedi!" kata Tuan Royal.


 

"Itu masalahnya?" tanya Lisita.


 

"Ada lagi, Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi teh sedih, ambek, sebab abdi menyebut Nona Lisita bidadari sedangkan ke dia tidak," terang Iip lagi.


 

"Iya iyalah, kamu yang salah Iip! Masak kamu panggil ke saya panggilan yang bagus ke dia yang biasa!" kata Lisita.


 

"Iya itu Iip yang salah. Sekarang Iip cuma akan menyebut bidadari ke Neng Geulis Ayu Sofi," ujar Iip.


 

"Ya sudah, soal kamu suruh ngakuin tragedi kamu akuin saja, beres! Kenapa susah-susah, bingung-bingung? Dengan begitu hubungan kamu sama Sofi akan direstui sama papanya! Kamu juga terbukti serius sama Sofi!" kata Lisita.


 

"Bohong tidak baik, Nona." Iip menggeleng.


 

"Terserah kamulah!" kata Lisita.


 

Sementara itu Sofi yang mendengar suara perempuan yang menjawab teleponnya kembali galau. Ia menangis lagi tersedu-sedu karena jawaban itu. Ia kemudian menjadi berpikir dan meragukan jawaban telepon itu.


 

"Tapi apa benar Kak Iip melakukan ML dengan dia? Kak Iip itu selalu melakukan hal yang benar. Kak Iip tidak mungkin melakukan hal itu. Tadi saja Kak Iip menolak berbohong," pikir Sofi menimang berita yang didengarnya dengan kepribadian Iip yang ia kenal selama ini. "Kak Iip tidak mau bohong soal tragedi karena mau yang benar apa karena tidak serius dengan gue?" Sofi menimang lagi. Kemudian ia teringat suara perempuan di telepon tadi sama dengan suara perempuan di telepon dahulu saat Iip pertama kali sampai di Jakarta. "Tunggu, dia sepertinya orang yang sama dengan yang menerima telepon waktu itu! Gue harus tanyakan siapa dia ke Kak Iip!"


 

Suara adzan mahgrib menggema.


 

"Sholat dulu biar gue tenang. Biar Allah tunjukkin ke gue Kak Iip serius ama gue apa tidak. Kak Iip beneran orang benar atau bukan." Sofi segera beranjak menuju kamar mandi.


 

Sementara itu Iip, Lisita, dan Tuan Royal sudah kembali ke rumah Tuan Buyung. Mereka sholat mahgrib berjamaah dengan Tuan Buyung dan Suci di ruang sholat rumah Tuan Buyung. Setelah itu Tuan Buyung mengajak semuanya makan malam bersama di meja makan, karena masakan yang tadi masih ada, sayang kalau tidak dimakan.


 

"Alhamdulillah, malam ini seperti keluarga utuh lengkap!" ucap Tuan Buyung senang.


 

"Jarang-jarang ya Pa, bisa makan bersama di meja makan kayak begini!" kata Lisita yang juga senang. Tuan Buyung mengangguk tersenyum.


 

"Tuan Royal, sungguh serius dengan putri saya? Tuan Royal belum memperkenalkan putri saya ke keluarga Tuan Royal, apa keluarga Tuan Royal bisa menerima Lisita?" ragu dan khawatir Tuan Buyung.


 

"Saya serius dan secepatnya saya akan menikahi Bidadari Lisita jika Tuan Buyung izinkan! Soal keluarga saya, Tuan Buyung tidak usah khawatir!" ujar Tuan Royal.


 

"Saya izinkan, saya percaya kepada Tuan Royal! Saya percayakan putri saya kepada Tuan Royal!" ujar Tuan Buyung. Tuan Royal tersenyum mengangguk.


 

Sementara itu Sofi setelah mahgrib ia memutuskan ke luar rumah pergi ke rumah Lisita untuk menemui Iip. Suara bel rumah Tuan Buyung berdering.


 

"Eh ... siapa yang bertamu?" tanya Lisita. "Suci kamu pergi bukakan pintu!" perintah Lisita.


 

"Ajak ke ruang makan untuk sekalian makan malam, mumpung makanannya banyak!" perintah Tuan Buyung.


 

"Baik, Tuan!" Suci meletakkan sendoknya dan pergi menemui tamu.


 

Suci membuka pintu lalu melangkah membuka pintu gerbang.


 

"Siapa?" tanya Suci tapi ia terdiam saat melihat sosok yang datang. Ia merasa sangat tidak senang dengan yang datang. Ketidaksukaannya itu terpampang jelas di wajahnya.


 

Sofi bisa melihat jelas jika wanita di hadapannya tidak menyukai kehadirannya. Sofi juga merasa mengenali suara wanita itu. Suara wanita yang ada di telepon.


 

"Sepertinya dia wanita itu! Menurut gue dari tampangnya dia wanita pembohong! Dari pakaiannya dia pasti pembokat di rumah ini!" tebak Sofi dalam benaknya sembari memperhatikan Suci dari ujung kepala ke ujung kaki beberapa kali.


 

"Maaf, tuan rumah sedang tidak ada di rumah!" Suci cepat-cepat menutup pintu pagar kembali. Sofi berusaha mencegah pintunya ditutup tapi Suci dengan kasar mendorong Sofi


 

"Akh!" pekik Sofi yang terdorong hingga hampir kehilangan keseimbangan. Suci langsung menutup pintu gerbang dan masuk kembali ke dalam rumah. Sofi menekan bel lagi kali ini berulang-ulang seperti dibuat mainan karena ia sedang kesal dan bertambah sangat kesal setelah didorong Suci.


 

Sementara itu Suci kembali ke meja makan.


 

"Siapa Suci, kok belnya bunyi terus?" tanya Tuan Buyung.


 

"Anak jalanan, Tuan. Mereka hanya sedang memainkan belnya. Maklumlah Tuan, anak jalanan tidak punya mainan, jadi bel semacam itu sangat menarik buat mereka," jawab Suci.


 

"Ya sudah kamu duduk dan lanjutkan makan!" perintah Tuan Buyung. Tuan Buyung menyudahi makannya lalu berdiri.


 

"Udahan Pa, makannya?" tanya Lisita.


 

"Oh, Papa belum selesai kok. Papa mau ajak masuk anak jalannya," ujar Tuan Buyung. Suci ternganga mendengar hal itu. Tuan Buyung segera ke depan.


 

Tuan Buyung membuka pintu rumah lalu membuka pintu gerbangnya. Sofi terkejut dan berhenti menekan belnya.


 

"Maaf!" Sofi merasa bersalah dan menundukkan kepalanya.


 

"Eh ... ini, kamu, kalau tidak salah putrinya Pak Werkudara? Kamu Sofikan?" tanya Tuan Buyung. Sofi mengangguk dengan rasa takut papanya yang akan mendapatkan masalah di kantor karena kelakuannya memainkan bel rumah Tuan Buyung. "Ayo masuk, Iip ada di dalam sedang makan sama-sama dengan yang lainnya!" ajak Tuan Buyung. Sofi mengangkat wajahnya demi mendapatkan ajakan itu. Ia menatap bengong Tuan Buyung. "Ayo!" ajak Tuan Buyung lagi. Sofi tersenyum mengangguk. Tuan Buyung dan Sofi masuk ke dalam rumah.


 

"Iip, lihat ini, siapa yang datang!" seru Tuan Buyung yang datang ke ruang makan bersama Sofi. Iip menjadi berdiri demi melihat kehadiran Sofi.


 

"Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi!" sapa Iip sembari berdiri terkejut. Ia lalu tersenyum senang melihat kehadirannya.


 

"Sofi sudah makan malam?" tanya Tuan Buyung. Sofi menatap Tuan Buyung lalu menggeleng. "Ayo makan sama-sama! Jangan menolak!" perintah Tuan Buyung. Sofi menatap Tuan Buyung sembari mengangguk ragu. "Ayo silakan duduk, jangan malu-malu!" kata Tuan Buyung.


 

"Duduk dekat Iip!" perintah Lisita.


 

"Iya duduklah dekat Iip!" imbuh Tuan Buyung.


 

"Sini, Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi!" seru Iip. Sofi tanpa ragu lagi melangkah ke kursi di dekat Iip.


 

Sementara itu Suci menahan kekesalannya. Sofi melihat ada Suci juga duduk di meja makan itu. Sofi dan Suci saling menatap sesaat. Sofi segera mengalihkan pandangannya.


 

"Katanya tadi anak jalanan?" tanya Lisita. Semua pandangan mengarah ke Suci. Suci pura-pura tidak merasa dan melanjutkan makan.


 

"Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi mau makan apa?" tawar Iip sembari mengambilkan piring, sendok garpu, dan nasi.


 

"Apa saja, Kak," jawab Sofi. Iip mengambilkan daging, ayam, ikan, sayuran, dan lain-lainnya.


 

"Sofi sama siapa ke sini?" tanya Tuan Buyung sembari mulai kembali makan lagi.


 

"Sendiri," jawab Sofi.


 

"Naik apa?" tanya Tuan Buyung.


 

"Naik taxi online, Tuan," jawab Sofi.


 

"Kalau begitu nanti pulangnya tolong antarkan, Iip!" perintah Tuan Buyung.


 

"Baik, Tuan!" jawab Iip.


 

"Bismillah!" Tuan Buyung melanjutkan makannya tanpa bicara lagi.


 

"Sofi, kenalkan! Ini Tuan Royal tunanganku!" Lisita menunjukkan jarinya yang dilingkari cincin tunangan sembari menggenggam tangan Tuan Royal. Tuan Royal tersenyum ramah pada Sofi.


 

"Salam kenal!" ucap Tuan Royal. Sofi mengangguk tersenyum. Tuan Buyung tersenyum melihat mereka.


 

"Ayo silakan dimakan, Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi!"


 

"Terima kasih, Kak Iip!" Sofi terkejut saat melihat banyaknya makanan di piring yang diberikan Iip.


 

"Iip, Sofi kamu pikir kuli apa?!" seru Lisita yang juga terkejut dengan isi piring Sofi. Tuan Royal tertawa. Tuan Buyung jadi melihat dan tertawa juga.


 

"Apa yang salah?" tanya Iip.


 

"Porsinya Iip! Itu porsi kuli!" bentak Lisita. Iip menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu nyengir kuda.


 

"Kalau tidak habis jangan dihabiskan, Nak Sofi!" kata Tuan Buyung.


 

"Tidak apa-apa, Tuan." Sofi mulai memakan makanannya.


 

"Sini bagi ke abdi setengahnya!" Iip mengambil sebagian makanan di piring Sofi.


 

"Terima kasih, Kak Iip!" ucap Sofi dengan tersenyum. Suci tidak suka melihat perhatian Iip kepada Sofi.


 

***

 

Saat makan malam belum usai terdengar suara adzan isya.


 

"Nah udah isya, yuk buruan makannya, terus kita sholat jama'ah lagi seperti tadi!" kata Tuan Buyung.


 

Setelah selesai makan malam mereka menuruti Tuan Buyung untuk sholat isya berjamaah.


 

"Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi teh juga mau ikut sholat isya berjamaah?" tanya Iip.


 

"Mau, tapi Sofi tidak membawa mukenah, Kak Iip," kata Sofi.


 

"Mukenah saya ada banyak, di ruang sholat semua! Pakai saja Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi!" kata Lisita dengan sapaan menjiplak Iip. Setelah itu ia menutup mulutnya menahan kekehnya.


 

Iip dan Sofi saling pandang. Iip lalu nyengir kuda.


 

"Biarkan jangan dimasukkan ke hati, Nona Lisita teh memang suka bercanda, Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi!" terang Iip. Sofi tersenyum lalu menunduk.


 

"Iip, sebaiknya ajak bicara di halaman belakang, setelah ini!" saran Lisita.