Contents
Menjadi Manusia Dewasa
Bersua Setelah Merayap Usia
Seusai perpisahan sekolah di SMA, aku dan teman teman dekatku berkumpul disalah satu cafe ngehits dikota ini. Kami bercerita banyak hal, tentang semua yang sudah kita lewati semasa SMA ini. Semua dipenuhi canda tawa, tapi akhirnya kami sama sama terharu, kami berharap ini bukan pertemuan terakhir, tapi menjadi awal dari perjumpaan kita berikutnya.
“ Ai, kamu jadi kuliah di Bandung ?” tanya ikbal.
“ Jadi, kamu gimana? Jadi daftar ke AKMIL ?”.
“ On proses Ai, doakan ya semoga keterima” jawab Ikbal sambil duduk mendekatiku.
“ Rio titip salam buat kamu Ai..”
“ Rio?, kamu ketemu dimana? Kapan Rio kesini? sama siapa?..” tanpa aku sadari aku begitu antusias mendengar kabar dari Rio.
“ Aku tau Rio suka sama kamu Ai, dan kamu juga punya perasaan yang sama “ kata ikbal dengan wajah yang serius, memang dia jarang bercanda
“ hmmm apaan sih kamu Bal “ wajahku pasti memerah, tak ingin terlalu terlihat berharap, aku bertanya topik lain pada Ikbal.
“ dia ga nanya kabar semua sahabatnya?” aku memberanikan diri untuk bertanya. Tapi aku ga mau khusus bertanya tentang aku.
“ nanya dong, aku juga ketemu ga sengaja di food court, pokonya nanti kita diajak ngumpul di Jogya”
“ di food court? Sama orang tuanya?” tanyaku lagi
“ Berdua sih sama cewe, tapi aku ga nanya siapa cewe itu, ga enak..”
\tJawaban ikbal membuatku terhenyak, tapi aku tak ingin berburuk sangka dulu, walau begitu aku tetap harus memepersiapkan hatiku untuk patah hati sekaligus menghapus semua harapan dan angan anganku.
Kadang Aku berfikir, kenapa aku begitu berharap cinta masa SMP ku akan berlanjut? Bukankah saat itu kita masih anak-anak bau kencur! yang masih polos dan lugu, tidak adil rasanya kalo aku berharap terlalu banyak dari Rio. Bukankah Rio tidak pernah berkomitmen apa- apa denganku, dia hanya mengatakan perasaan sayangnya terhadapku. Lalu kenapa aku harus marah dan kesal? Rio berhak menentukan siapa wanita yang akan menjadi kekasihnya. Kalaupun benar wanita yang bersama Rio itu adalah gebetan atau kekasihnya, sudah seharusnya aku mengikhlaskan, biarkan semua berjalan seperti apa adanya. Itu berarti, untuk kedua kalinya aku kehilangan laki laki istimewa dalam hidupku, setelah ayahku, lalu my first love Mario Rizky Alamsyah.
Pertemuan di cafe ini ,adalah pertemuan terakhir kami semasa SMA. Masing masing melanjutkan kuliah di perguruan tinggi yang mereka pilih. Aku tinggalkan masa remajaku, masamasa yang penuh dengan prestasi dan pengembangan diri. Kini aku menyongsong masa dimana kedua orang tuaku sudah memberikan kepercayaan penuh dengan semua pilihan hidupku, belajar memutuskan sesuatu yang bersifat krusial. Ayah dan ibuku tidak lagi sekaku waktu aku di SMA. Sesekali aku mengingat proses pendewasaanku. Dari masa SD yang penuh drama bulying, masa SMP adalah masa paling memorable di hatiku. Semua kejadian sangat membekas. Ujian hidup yang sangat berat dan merenggut masa remajaku, tapi di masa ini hadir sahabat terhebat dan romansa cinta pertamaku yang begitu indah. Masa SMA adalah masa dimana aku penuh gejolak, sering berselisih faham dengan kedua orangtuaku, merasa ingin menembus batas cakrawala yang luas. Di masa SMA juga lah aku belajar memahami bagaimana seorang perempuan harus terjaga dari pergaulan bebas, terjaga lisan, dan belajar mengambil hikmah dari setiap kejadian.
Setelah melalui proses istikharah, diskusi bersama guru BP dan orang tuaku, akhirnya aku putuskan untuk melanjutkan kuliah di PTN negri dikota Bandung. Ada beberapa temanku juga yang diterima di PTN yang sama, baik itu dari jurusan IPS atau IPA. Aku tidak asing dengan ibu kota jawa barat ini, karena ibuku lahir dan dibesarkan di kota ini.