Contents
Bawah Sadar
Part 4
Mamat terkejut, hampir teriak, tapi Rio segera menutup mulut Mamat.
“Tenang, Mat.. tenang, ini semua nggak nyata..” ujar Rio menenangkan Mamat. Mamat hanya mengangguk. Kedua sosok yang membawa peti mati itu pun sudah tidak terlihat.
“Ari.. itu Ari, Yo!” teriak Mamat yang emosinya meledak.
“Iya..iya, gue juga tadi ketemu dia, tapi—“ Rio tidak melanjutkan omongannya.
“Tapi apa Yo!?” Mamat meraih kerah bajunya Rio dan membentaknya.
“Tapi Ari udah dalam kondisi dibungkus kain kafan!” Rio terpaksa memberitahu.
“Gue bahkan nggak yakin itu Ari, atau hanya sosok yang menyerupai Ari!” lanjut Rio.
Dari kejauhan tiba-tiba terdengar suara teriakan orang yang seakan-akan sedang disiksa. Suara itu terdengar sangat familiar.
“Ryan?” Tanya Mamat dan Rio bersamaan.
“Ryan masih hidup Mat, kita harus ke sana!” ajak Rio bersemangat.
“Tapi lo yakin itu Ryan? Karena gue nggak bisa membedakan mana yang nyata mana yang khayalan!” ujar Mamat.
“Cuma ada satu cara untuk membuktikannya Mat. Kita harus ke sana!” Rio mengangguk yakin, Mamat akhirnya mengalah dan ikut Rio.
Suara itu masih terus terdengar, suara itu hanya datang dari satu arah, Rio dan Mamat sangat yakin bahwa mereka sudah dekat dengan suara teriakan itu.
Dari tempat Rio dan Mamat berpijak, dari kejauhan terlihat sebuah desa yang terang benderang, obor menyala di mana-mana. Desa itu terlihat sangat kecil, bentuknya melingkar dan di tengah-tengahnya terdapat sebuah api unggun yang sangat besar. Suara teriakan itu berasal dari desa itu.
“Itu Ryan!” tunjuk Rio ke dalam desa itu, Ryan terlihat sedang diikat di sebuah tumpukan bamboo dan bamboo itu disandarkan dekat api unggun.
“Ini nggak bisa dibiarin, orang-orang itu—makhluk-makhluk itu udah nyiksa Ryan!” ujar Rio dengan amarahnya yang ia pendam.
Rio dan Mamat masih mengamati keadaan desa itu dari semak-semak. Tiba-tiba sesosok makhluk botak, kurus, menghampiri Ryan. Ia mengeluarkan pisau, dan mengiris salah satu lengan Ryan. Ryan semakin meringis kesakitan. Makhluk itu langsung memakan bagian tubuh Ryan yang ia iris tadi dengan nikmat, sambil tertawa melihat Ryan yang kesakitan.
Dari kejauhan Rio sudah tidak bisa menahan dan langsung berlari masuk ke desa itu, Mamat mau mencegah tapi terlambat, Rio sudah berjalan memasuki desa itu.
“WOI LEPASIN TEMEN GUE!! LAWAN GUE KALO BERANI!!” teriak Rio dengan percaya diri dan menunjuk ke semua makhluk yang ada di sana. Semua makhluk menoleh melihat Rio, dan tertawa meremehkan.
“Rio… tolong.. gue” ujar Ryan dengan rintihannya yang lemas dan darah yang masih menetes dari lengannya.
“Tahan Yan, biar gue hajar ini orang-orang gila!” teriak Rio ke Ryan.
“CUKUP YO!! KITA NYERAH AJA!!” teriak Mamat dari belakang Rio, Rio tidak menoleh sedikit pun.
“Nggak bisa! Kita udah sejauh ini Mat!” tolak Rio sambil menoleh, dan ia terkejut ketika melihat Mamat sudah diikat oleh orang-orang aneh itu.
“Gue udah bilang, nyerah aja” ujar Mamat.
Lalu semua makhluk yang ada di sana menghampiri Rio dan mulai menangkapnya. Rio memberontak keras, tapi salah satu makhluk di sana langsung memukul kepala Rio dengan balok kayu, Rio pun tidak sadarkan diri.
Beberapa saat kemudian, Rio terbangun di sebuah penjara bamboo berukuran kecil, penjara itu berdiri di tengah desa, dekat dengan api unggun besar. Rio coba memberontak, tapi tangannya diikat, salah satu makhluk aneh menghampiri Rio dan berbicara sesuatu yang tidak Rio mengerti dari bahasanya. Intinya, makhluk itu ingin Rio melihat teman-temannya yang sedang disiksa. Lalu makhluk aneh itu tertawa melengking.
Makhluk itu menunjuk ke arah Ryan yang sudah banyak bekas irisan di tubuhnya, bahkan tulangnya Ryan sampai terlihat dengan jelas. Orang-orang aneh itu menyiksa Ryan, dan memakan bagian tubuhnya.
“Ryan….maafin gue yan!” ujar Rio dengan sesal.
Rio melihat Mamat yang sudah berada di penggalan kepala dalam keadaan tidak sadar, salah satu makhluk aneh menghampiri Mamat dan langsung memenggal kepalanya tepat di depan Rio.
“Mamat!!.... Anjing lo semua orang-orang gila!!” teriak Rio ke semua orang aneh itu dengan emosinya yang sudah meledak. Rio kembali memberontak, tapi ia malah ditertawakan oleh orang-orang aneh itu.
Kepala Mamat menggelinding dan berhenti di depan kurungan Rio. Orang aneh yang ada di dekat Rio langsung mengambil kepala Mamat dan langsung melahapnya dengan nikmat di bagian lehernya yang masih bercucuran darah.
Kurungan Rio terbuka, Rio digiring ke sebuah penggalan kepala bekas tubuhnya Mamat. Tubuh Mamat dilempar ke suatu sudut dan langsung dikerubungi orang-orang aneh itu. Sekarang giliran Rio yang akan di penggal. Rio sudah tidak bisa melawan lagi, ia pasrah.
“Ryan, Mamat, Ari.. tunggu gue di sana.” Rio pun memejamkan mata, dan sang algojo langsung menebas kepala Rio!
Handphone Rio berbunyi, panggilan masuk dari Mamat terus berdering, tapi Rio masih tertidur pulas dengan air liur yang keluar dari mulutnya, rambutnya nampak berantakan. Rio akhirnya terbangun dari tidurnya lalu menjawab panggilan Mamat.
“Buruan siap-siap, gue sama Ryan, Ari, udah di jalan ke arah rumah lu” ujar Mamat di telpon.
Rio yang belum sadar masih memegangi handphonenya.
“Ke rumah gue? Ngapain?” Rio bertanya sambil coba mengumpulkan nyawa.
“Ke villa gue lah, lo semabok itu apa semalem sampe nggak inget kalo hari ini kita mau ke villa?” ujar Mamat via telpon.
Rio langsung terkejut dan melotot, ia memandangi handphonenya, Mamat terus ngoceh tidak jelas, Rio langsung mematikan handphonenya.
Rio meraba semua tubuhnya, tangan, kaki sampai kepala..
“Semua masih utuh” ujar Rio dengan kaget.
“Mimpi tadi.. rasanya real banget..” Rio langsung bangkit dari kasur dan berlari ke luar kamar.
Rio menghampiri ibunya yang sedang menonton televisi. Rio langsung memeluk erat ibunya.
“Mama! Maafin Rio selama ini udah nyusahin Mama, Rio janji tahun ini kuliah Rio selesai!” ujar Rio sambil memeluk ibunya dengan tangisannya yang pecah.
“Kamu ini kenapa Yo, kok tiba-tiba begini? Kamu ngigo ya?” ujar ibunya yang terlihat heran menatap Rio, tapi Rio malah tersenyum dan kembali memeluk ibunya.
Tiba-tiba suara klakson mobil Mamat terdengar memanggil Rio dari luar. Rio langsung melepaskan pelukannya dan seketika ia ketakutan, suara klakson itu terus menghantui pikiran Rio..
“Gue harus cegah mereka untuk pergi!” ujar Rio dengan yakin..
End..