Contents
Stupid Mistake
Utuh Kembali
Sebelumnya gue belum sempat memperkenalkan Gio. Cowok yang pernah jadi bagian dari hidup gue. Cowok ini memiliki nama lengkap Giovanni Ramadhan adalah mantan terindah gue yang sampai saat ini masih gue sayangi. Perawakan cowok ini kalo di deskripsiin kaya pangeran, dia tuh tinggi, hidungnya mancung, wajahnya blasteran Arab-Jerman, kalau deket dia selalu wangi, suaranya serak-serak basah dan kulitnya putih. Dia termasuk dari keluarga berada dan termasuk orang yang royal. Gue menjalin hubungan hampir satu tahun kandas karena ulah Andre. Mungkin enggak ya, gue masih punya harapan untuk kembali lagi sama Gio ?
***
Gio memecahkan keheningan ketika di jalan. “Ra, kalo kita enggak langsung pulang gimana ?”
“Emang mau kemana, Gi ?” tanya gue bingung. “Kita makan es krim sama main di mall tempat favorit kita yuk ? Mau enggak ?” tanya Gio. Gue mikir dulu, karena heran “Emh.. ke mall ya, Gi.” Tiba-tiba Gio langsung nembak pernyataan “Eh, tapi kalo enggak mau, juga enggak apa-apa kok. Aku enggak akan maksa.” Tapi jawaban gue ya, pasti “Oh, iya. Ayo, Gi. Boleh.”
Sesampainya di mall, Gio langsungmenggandeng tangan gue dan masuk ke arena permainan. Permainan favorit kita adalah main basket dan bingo agar kita bisa dapat tiket yang lebih banyak. Biasanya Gio menukarnya dengan boneka dan di berikan ke gue. Setelah puas bermain, Gio mengajak gue makan di tempat favorit kita yaitu di tempat dimana ketika bisa liat pemandangan yang indah.
“Ternyata, kamu enggak pernah lupa sama tempat ini.”
“Iya dong. Hari ini special buat kamu. Tunggu ya, aku pesen makanan dulu.”
Gue hanya mengangguk sambil tersenyum dan mengucapkan terimakasih. “Makasih, apasih cantik. Bentar ya.“ ucap Gio sambil sambil membelai rambut gue
“Laki-laki terbaik yang pernah jadi bagian dari hidup gue. Laki-laki yang udah gue kecewain. Rasanya gue mulai menyesali sebuah perpisahan. Dia baik, dia memperlakukan gue dengan sangat istimewa, beda sama Andre yang selalu bikin gue kesel dan nangis.” gumam gue dalam hati
Lalu, Gio kembali ke meja tempat gue menunggu dia. Gue tidak menyadari karena sedang melamun. “Ra... ?” panggil Gio sambil memegang pundak gue. Tapi gue masih enggak mengubrisnya dan tetap fokus dengan lamunan gue “Ra... are you okay ?” tanya Gio
“Eh, Gio. Udah lama ? Maaf ya maaf. Aku enggak tau kalo ada kamu.”
“Kamu mikirin apasih, sampai ngelamun gitu.” tanya Gio lagi
Gue hanya tersenyum dan memegang tangan Gio yang sedari tadi masih memegang pipi gue “Nothing, I’m fine.” jawab gue sambil tersenyum
“Yaudah, makan yuk ?” tanya Gio
Gue hanya mengangguk. Kita mulai melahap makanan yang sudah di pesan “Cobain deh, ini tuh menu baru disini. Enak banget.” ucap Gio sambil menyodorkan sendok yang berisi makanan ke mulut gue.
Menu baru yang dipesan Gio adalah chicken wings sambel matah dengan saus barbecue. Gue memakan makanan yang diberikan Gio ke gue. “Gimana ? Enak enggak ?” tanya Gio. “Wah, ini enak banget. Emang sih kalo di lihat-lihat aneh. Tapi, ternyata rasanya match banget di lidah.”
“Kamu mau ? Aku pesenin lagi ya buat kamu tanpa nasi.”
“Eh, Gi, gausah. Ini aja belum habis.”
“Udah enggak apa-apa, kan biar kamu sedikit berisi.” ledek Gio
Gue seperti biasa mencubit tangan Gio. “Awww, aduhhh. Sakit tau, Ra. Aku kan cuma bilang kamu sedikit berisi bukan gendut. Eh keceplosan” ucap Gio sambil meringis kesakitan. “Ya, abisnya kamu kebiasaan sih ledek-ledek aku terus. Emang segini aku kurang berisi apa ? Sini mau aku cubit lagi ?” tanya gue. Gio menyerah akan ancaman gue “Iya.. iya ampun, Ra.”
Gelak tawa dimulai, candaan yang dulu kita lalui serasa terulang kembali dengan suasana yang tetap sama dan enggak pernah berubah. Walaupun gue dan Gio sudah berpisah. “Ra, udah dong. Cukup, sakit tau dicubit terus. Nanti aku cubit balik nih perut kamu.” Gio sambil mencubit perut gue
Gue paling geli kalo di cubit disekitar perut dan Gio memanfaatkan kelemahan gue itu waktu dia tau kelemahan gue. “Gio, ampun.... Iya.. iya aku nyerah deh.”
“Yaudah, lain kali jangan melamun lagi ya cantik.”
“Hahaha... iya iya asal sama kamu aku nggak akan ngelamun lagi kok.” ucap gue
Seketika gelak tawa menjadi semakin hening. “Maaf, aku...”
“Maaf kenapa sih, Ra ? Enggak ada yang perlu di maafin kok.” ucap Gio sambil mengelus pipi gue
“Kamu, enggak marah kan kalo aku bilang kaya gitu. Karena aku udah nyakitin kamu, terus aku malah tiba-tiba ngomong kaya gitu.”
“Udah ya, enggak usah bahas yang udah berlalu. Udah habisin makanannya ? Terus kita ke kedai ice cream favorit kita yuk.” ajak Gio
Sesampainya di kedai Gio yang selalu bertugas untuk memesan ice cream. “Ternyata...” omongan gue di potong oleh Gio. “Ternyata aku masih inget ice cream kesukaan kamu ?” sambung Gio. “Lho, kamu kok tau sih apa yang mau aku omongin ?”
“Pasti enggak jauh, kebersamaan kita hanya terdapat satu duri yang enggak akan membuat kenangan menjadi hilang bukan ? Bahkan bukan suatu alasan untuk melupakan ingata-ingatan tentang kesukaan kita. Apapun yang terjadi diantara kita, orang yang aku sayangi tetaplah yang sekarang berada di depan aku.“ ucap Gio sambil tersenyum dan memegang tangan gue yang sedang memegang sendok ice cream.
“Gi, maafin aku... kalo selama ini aku...”
“Ssssttttt!! (Gio sambil menempelkan telunjuknya di bibir gue untuk menghentikan pembicaraan gue) kata maaf enggak akan pernah ada yang terlambat. Selama aku masih ada di depan kamu dan bersama kamu, aku rasa cinta enggak akan pernah salah. Kamu memang pernah pergi, tapi sekarang kamu sudah kembali. Jadilah orang yang menemani hari-hariku lagi, bersedia menangis dan tertawa bersama aku.” jelas Gio sambil memegang tangan gue lagi
“Kenapa gue jadi melow gini ? Ada rasa bersalah, ketika Gio mengucapkan kata-kata itu.” gumam gue dalam hati
Tanpa sadar, air mata gue jatuh dan mengenai tangan Gio yang sedari tadi memegang erat tangan gue. “Hei cantik, kenapa nangis ? Apa ada yang salah sama kata-kata aku tadi ? Forgive me.” ucap Gio sambil melepaskan genggaman tanganya dan menyeka air mata yang ada dipipi gue
“Emhh... I’m sorry. Enggak ada yang salah sama sekali kok sama kata-kata kamu. Aku terlalu melow ya ? Ah, ini drama yang paling jelek bukan, dalam sepanjang kenangan kita ?”
“Udah ya, jangan nangis lagi. Drama sedih-sedihnya udah selesai. Ayo, sayang senyum buat aku dan buat kita. Ayo, kita pulang ?” ucap Gio sambil menggandeng tangan gue
Gue tersenyum sambil terpaku melihat senyum di wajah Gio. Gio pun terus menatap gue dengan manis. “Sayang, are you okay ?” tanya gue
“Jangan pernah pergi lagi dari seorang laki-laki yang butuh kasih sayang ini ya Andara Novita Rizky. Tetap jadi bagian hidup aku walaupun lebay, tetap genggam tangan aku walaupun lepas dan jangan pernah berhenti bahagia bersamaku walaupun enggak sering-sering banget.”
Ucapan Gio membuat gue tertawa, disamping sikapnya yang romatis ternyata Gio juga termasuk orang sangat humoris, itulah alasan kenapa gue enggak pernah sama sekali di kecewain sama dia. Saat itu, detik, menit, jam dan harinya adalah kenangan yang paling membuat gue bahagia. Bisa melihat senyum termanis dan tertulus dari wajah seorang Giovanni Ramadhan yang udah lama enggak pernah gue lihat lagi.
***
Di tempat lain Dylan, Darren, Eza adalah sahabat baik Andre sejak kecil yang selalu menemani Andre. Malam ini adalah malam minggu, dimana seperti biasa ada jadwal untuk latihan band di studio. Tapi, akibat kegalauan karena memikirkan Dara, Andre menjadi tidak fokus dan membuat latihan hari itu menjadi berantakan.
Sampai akhirnya Darren menegurnya “Ndre, lo kenapa sih ? Yang fokus dong.” tegur Eza. “Iya, iya maaf. Gue pulang duluan ya.”
“Ndre, kalo lo punya masalah ceritalah. Jangan kaya gitu.” ucap Dylan
“Lo semua tuh enggak akan ngerti, gimana sakitnya hati gue!”
“Kenapa ? Dara lagi ?” sambung Eza
“Menurut lo ? Nih ya, ketika lo udah rebut cewe itu susah payah, terus cewe itu kembali lagi sama mantannya. Gimana perasaan lo ?”
Studio seketika menjadi hening dengan pertanyaan Andre “Pada diem kan, enggak bisa jawab!” tegas Andre
“Kalau gue sih, ya. Kalo emang cewek itu bahagia, kenapa kita harus marah ? Kalau gue jadi lo, gue bakal menyesal memisahkan cewek itu dari kebahagiannya.” jelas Dylan
“Iya, benar, kata Dylan. Bukannya prinsip mencintai adalah merelakan orang yang kita cintai bahagia, walaupun bukan sama kita. Setau gue, ini sih karma buat lo.” sambung Darren
Andre emosi, karena tidak terima dengan perkataan Darren. Andre langsung menghampiri Darren dan menarik kerah bajunya “Maksud lo apa ngomong kaya gitu!” bentak Andre
“Jangan kira kita enggak tau, Ndre. Kalau selama Dara pacaran sama lo, Dara sering nangis kan ?” ucap Darren
“Enggak usah so tau. Ada bukti ?”
“Kejadian di cafe waktu lo bentak-bentak Dara di depan banyak orang. Itu bukan bukti ? Menurut gue, keputusan Dara untuk ninggalin lo dan kembali sama mantannya itu keputusan yang tepat.”
“Kejadian itu...” seketika Andre membisu dan melepaskan tangannya dari kerah baju Darren dan menjauhi teman-temannya.
Andre duduk termenung dan menyesali semua perbuatannya terhadap Dara. “Lo bener, Ren. Gue emang cowok yang bodoh. Mempermalukan dia depan banyak orang. Gue janji gue akan minta maaf dan kembali memperjuangkan Dara lagi.” ucap Andre
“Tapi, Ndre, dengan lo merelakan dia sama Gio itu adalah keputusan bijak seorang laki-laki.” ucap Dylan
“Ndre, gue tau gimana karakter lo dari kecil. Ketika lo menginginkan sesuatu lo akan gigih untuk mendapatkannya. Tapi, hal ini jangan lo lakuin sama Dara.” Eza menasehati Andre
“Lo semua enggak ada yang bisa menghalangi gue untuk mendapatkan Dara lagi. Dara akan jatuh ke genggaman gue lagi!” tegas Andre sambil mengepalkan tangannya.
Seketika Darren, Dylan dan Eza saling memandang kecurigaan terhadap Andre. Mereka takut Andre akan berbuat nekat seperti kejadian di masa lalu. Dengan begitu mereka bergegas memberitahu Dara untuk menjaga diri jika sewaktu-waktu Andre mengancamnya. Darren mengirim chat via Instagram ke gue untuk memberitahu agar gue berhati-hati dengan Andre.
“Hai Dara, kamu masih ingat aku ?”
“Kamu sahabat Andre ? Ada apa ?”
“Aku minta sekarang kamu mulai hati-hati sama Andre.”
“Kenapa ?”
“Semalem Andre bertekad untuk merebut kamu lagi dari pacar kamu yang sekarang itu. Mungkin kali ini Andre akan berbuat lebih nekat.”
Gue tidak membalas chat Darren. Kemudian Dylan sahabat Andre juga mengirim chat via Instagram.
“HATI-HATI.”
“Ini sebenarnya ada apasih ? Tadi Darren, sekarang kamu.”
“Jadi, Darren sudah memberitahu kamu ? Kalau gitu, bisa kita ketemu ?”
“Dimana ?”
“Di cafe yang pernah lo dinner sama Andre.”
“Ok.”
Gue jadi benar-benar gelisah, ini sebenarnya ada apa. Gue serasa lagi dalam bahaya. Gue cerita enggak ya ke Gio ? Tapi, kalau gue cerita nanti Gio pasti bakal berantem sama Andre. Tapi, disaat seperti ini cuma Gio yang bisa melindungi gue. Keesokan harinya, saat jam istirahat gue duduk bersama di taman bersama Gio dan menceritakan tentang peringatan kedua sahabat Andre itu.
“Sayang... kamu kenapa ? Kok kaya orang gelisah gitu ?” tanya Gio
“Aku... aku... emmmhhh...” gue menunduk
“Hei... lihat aku (Gio sambil meraih dagu gue agar melihat ke arah matanya) coba cerita sama aku.”
“Andre.” ucap gue singkat
“Kenapa ? Andre deketin kamu lagi ?” tanya Gio panik
“Kali ini masalahnya lebih berat. Kemarin dua sahabat Andre chat aku di Instagram. Mereka memberitahu aku, agar aku hati-hati sama Andre. Untuk lebih jelasnya, hari ini aku mau ketemu sama mereka.”
Gio sangat geram, setelah gue menceritakan tentang teman-teman Andre yang meminta gue untuk hati-hati karena Andre itu orangnya sangat nekat. “Andre memang keterlaluan (Gio sambil mengepalkan tangannya) belum puas dia rebut kamu dari aku. Sekarang mau apalagi!”
Gio beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah belakang kelas untuk menghampiri Andre.
***