Try new experience
with our app

INSTALL

JANJI JIWA (PROMISE) 

MEMOAR

MEMOAR

Kala di ruang studio radio Fave, Rey masih belum juga pulang. Matanya masih disibukkan dengan membaca satu persatu surat dari para penggemarnya. Belum lagi telepon yang berdering silih berganti, setelah difilter beberapa kali oleh operator di stasiun radio tersebut. Saat ini Rey menapaki karir yang akan membawanya sangat popular. Jangankan sesekali menjadi presenter sebuah acara televisi nasional, menjadi seorang penyiar pun Ia sanggup membawa namanya terkenal. Rey popular saat membawakan acara radio bertema musik remaja di tahun 90 an ini. Pada acara ini, setiap remaja meminta sebuah lagu kesayangannya yang ingin diputar untuk kekasihnya. Maka Rey pun memutarkan lagu-lagu request para penggemarnya itu. 

“Krrriiiiiinnngggg,,,,,,Krrrrriiiiiinnng,,,,,,,Krrriiiiinnnggg!”

“Halloo.”

“Maaf Mas Rey, ada telepon dari penggemar Anda bernama Anne. Apakah dicancel saja atau diterima?” Tanya Tania dari sudut ruangan bagian operator radio Fave.

“Cancel saja Tan, soalnya Aku mau pulang!’’

“Oke Mas.” Jawab Tania yang melaksanakan perintah dari senior.

Sudah cukup hari ini, Rey menghabiskan waktu membaca surat dari penggemarnya. Ia sudah lelah, apalagi shift giliran untuk siaran sudah berakhir. Saatnya istirahat untuk pulang.

Dengan langkah yang gontai dan kelelahan menuju tangga, Ia dikagetkan dengan sebuah sosok tangan yang menepuk pundaknya. 

“Pulang Kau?!”

“Ehh, Bram. Shift malam nih?!”

“Yaps, Aku sekarang jadi shift malam Rey. Oh iya, Aku tadi mendapatkan ini dari receiptionis.”

“Apa ini?! Dari Imelda?”

“Entahlah, Aku hanya ketitipan ini dari Imelda. Mungkin Dia suka kau kali?! Hahaha.” Tukas Bram Siregar dengan logat khasnya yang tiba-tiba muncul.

Rey hanya kebingungan menatap barang-barang titipan dari temannya itu. Dibukalah barang kiriman yang ditujukkan padanya. Berupa sebuah kotak berisi kue nouggat coklat kesukaan Rey yang terlihat lezat dan serangkaian bunga mawar merah maroon yang segar. Rey pun menghampiri ruang receiptionis untuk berterima kasih pada Imelda. Karena Ia menebak kalau Imelda tahu setiap makanan kesukaan Rey. Ia berpikir bukan saja penggemar yang menyukainya saja. Ternyata ruangan satu tempatnya bekerja nya pun menyukai Rey.

“Hey, Imelda,,,, terima kasih yah nouggat coklat dan bunganya! Sepertinya kue buatan mu enak sekali.”

“Maksudmu Rey?! Nougat? Bunga apa ya?” Imelda hanya kebingungan atas pernyataan Rey.

“Kau tadi menitipkan barang untuk Ku melalui Bram?”

“Iya, tadi Aku titipin Barang untuk mu. Emang kenapa ya?!” Imelda masih kebingungan

“Lho bukan kah Kau yang kirim barang itu melalui Bram untuk Aku?”

“Bukan.”

“Yang berisi kue nouggat dan mawar??” Sekali lagi mimik muka Rey mengguratkan sebuah kode untuk memastikan jika Imelda pengirimnya.

“Maaf Rey, itu bukan barang-barang dariku. Mungkin dari penggemarmu, coba lihat saja pengirimnya!” Imelda seperti merasa harus menjawab pertanyaan yang konyol.

“Tak ada nama pengirimnya.”

“Ya sudah, yang penting bukan Aku pengirimnya!” Tukas Imelda dengan tegas.

Rey yang kebingungan pun menganggap jika yang mengirim barang padanya adalah salah seorang penggemar Rey. “Mungkin Dia lupa mencantumkan nama!”

Rey bergegas pulang dan keluar dari stasiun radio Fave dengan santai. Mobil jeep katana yang biasanya dia pakai untuk menjemput pacarnya tak terparkir di halaman stasiun radio Fave. Mobilnya kini terparkir di bengkel yang jauh dari kantornya. Dia berjalan kaki menuju halte untuk menunggu bus selanjutnya yang akan transit. 

Baru juga melangkah ada seseorang yang memperhatikan Rey dari jauh. Tangannya dari jauh ingin menggapai bahu Rey dari belakang. Seorang wanita cantik  berkacamata hitam menyebut nama dan meneteskan air mata. Karena laki-laki inilah yang sudah membuat wanita ini sakit hati.

“Kini hidupmu senang setelah meninggalkanku!” ujar wanita tersebut.

******

Sesampainya di rumah, dibukalah kembali sebuah kotak kiriman dari penggemarnya. Ia cari-cari sebuah tulisan yang mungkin terselip di kotak tersebut. Dirabanya bagian dalam kotak, namun tak menemukan apa yang Rey cari. Persoalan kotak itu masih terbawa sampai ke rumah. Apakah Imelda tidak mengakui bahwa barang itu darinya atau memang benar-benar dari penggemarnya? 

Baru kali ini Rey menerima barang kiriman tanpa sebuah nama. Selain itu pertama kalinya Rey sangat penasaran dengan barang kiriman ini. Setidaknya Rey beberapa kali pernah dikirimkan barang dari beberapa penggemarnya dan lupa mencantumkan nama. Mungkin kah secret admirer? Entahlah. 

Mengingat ada juga beberapa hadiah dari berbagai perempuan yang pernah hadir di sisi Rey. Memori itu jelas tergambar saat mengenang mereka. Lisye, Indah, Riyanti, Maria, Nova, Shanti dan beberapa wanita lainnya seolah-olah mengulang kembali dosa-dosa Rey yang telah menyakiti semua wanita yang disebutkan tadi. 

Dosa masa lalu itulah akan segera diakhiri oleh Rey. Kini ia fokus untuk segera menikahi kekasihnya bernama Sarah. Hanya saja selalu terhalang oleh jadwal kerja mereka yang selalu padat. 

“Rey, kenapa Kau melamun Nak? Tiba-tiba Ibu Rey mengagetkan angan dan pikiran Rey yang sedang melayang jauh ke masa lalu. “Bingung dengan acara pertunanganmu dengan Sarah? Tenang saja Ibu sudah memastikan semuanya acara itu pasti lancar!” Tukas Ibu Rey meyakinkan.

“Tidak Bu. Aku hanya cape dengan pekerjaan dan sedang merancang secepatnya dengan acara pertunangan ini.”

Ibunda Rey yang bernama Arini ini paham betul dengan putranya, memastikan apa yang di inginkan Rey selalu yang terbaik. Apalagi Rey sudah kehilangan Ayahnya semenjak kecil, Arini selalu memperhatikan putera tunggal satu-satunya ini dengan kasih sayang. Bukan memanjakan Rey namun dengan memberi bentuk kasih sayang berupa tanggung jawab akan setiap tindakan yang diambil oleh puteranya.

Sambil berbincang dengan puteranya, Arini menyeduhkan kopi kesukaan Rey. Hal ini mengingatkan Ia pada Almarhum Ayah Rey yang menyukai kopi dengan sedikit gula. Hujan di luar ruangan membuat aroma kopi semakin menghangatkan kedua insan Ibu dan anak tersebut untuk bercengkrama.

“Oh iya, Sarah kapan akan datang lagi ke sini nak?” Tanya Arini.

“Lusa, seperti biasanya hari Rabu Ia akan kemari. Maklum sarah sebagai Auditor sangat sibuk dengan pekerjaannya Bu.”

“Kalian benar-benar pasangan serasi!” Senyum Arini yang mengembang ditunjukkannya pada Rey.

“Maksud Ibu?”

“Sama-sama pekerja keras Nak. Ibu dari awal sudah percaya pada pilihanmu Nak, pasti pilihan mu tidak salah.”

“Iya dong, kan Ibu yang mengajari.”

“Tentu, tapi gonta-ganti pacar itu bukan Ibu yang ngajarin lho!”

“Hahaha, tenang saja Bu. Kan Ibu pernah bilang asal tanggung jawab.” Kali ini Rey langsung pamit sambil berlari ke kamar karena takut dilempar sandal oleh Ibunya.

******

 

Sambil menikmati aroma bau tanah yang menyeruak dari pekarangan dan menyambut hujan, Rey duduk di samping dipan dan mengintip ke luar. Hujan rupanya meneteskan rintik mungil air yang dimuntahkan dari langit. Sore itu pukul 16.30, masih saja sama dengan cerita kemarin. Sarah belum mengabari kapan Ia akan mengunjungi lagi Rey di rumahnya, di stasiun Fave Radio, atau dimana saja mereka ingin bertemu. Gadis itu memang keras kepala! Pikir Rey, apalagi jika usianya genap 30 mungkin Ia akan menjadi perawan tua. Ya, saat ini di usia ke 24 sebagai seorang wanita yang beranjak dewasa mungkin Ia belum merasakan apa-apa. Belum juga selesai dengan masalah pertunangan mereka, saat ini diteruskan lagi dengan keributan masalah wanita yang tempo hari datang ke kantor Rey saat siaran. Baru kali ini Rey pusing dengan tingkah wanita yang akan dinikahinya. Dulu tidak seperti ini, Rey bisa berganti hati jika tidak nyaman di samping seorang wanita. Hanya karena menghormati Ibunya, Rey sudah mantap memilih wanita ini. Di usia ke 26 inilah Rey memilih Sarah saat mempertimbangkan akan mengakhiri dosa di masa lalunya.

 

Mulanya Rey lebih memilih Sarah, karena gadis itu mandiri dan pintar. Apalagi Sarah sepadan dengan Rey yang berkarir cemerlang. Gurat keras terbentuk di wajah cantik gadis tersebut. Mereka tak sengaja bertemu di sebuah coffe shop saat Sarah menumpahkan kopi yang tertubruk tubuh Rey. Sedangkan Rey coba menenangkan Sarah sambil mengambil kesempatan lalu berkenalan dengan Sarah. Saat itu Rey masih menjalin kasih dengan Raisha, kekasih Rey nomor sekian. Mata Rey tak pernah tobat untuk berhenti melirik gadis cantik dimana pun berada. Bahkan teman nya yang bernama Bram Siregar seolah kecolongan oleh Rey. Bagaimana tidak kesal, setiap akan mendapatkan gadis pujaannya, Rey terlebih dulu sudah menjalin dengan gadis pujaan Bram. Itulah dia Rey sang playboy, setiap menjalin hubungan dengan seorang gadis lalu ada berkenalan gadis yang baru, maka Rey memutuskan pacarnya. Selalu begitu dan seterusnya, hingga kekesalan Bram memuncak, kadang pernah memberitahukan pada calon pacarnya Rey akan kelakuan sahabat dekatnya itu. 

 

Masa lalu Rey sudah berakhir, kini Ia mantap akan menikah dengan Sarah. Karena kesibukan Sarah, maka Rey akan segera mengikat tali suci cinta itu dengan sebuah pertunangan yang akan dilaksanakan dua bulan lagi. Berita ini pun tersebar di tempat kerja Rey, hingga gadis-gadis yang menaksir Rey pun kini mundur satu-persatu. 

“Reeeyyyyy, ada telepon dari Sarah!” Dari ujung tangga Arini memanggil puteranya Rey untuk turun menerima telpon dari calon menantunya itu. 

“Bentar bu!” Rey pun berlari turun menuju telepon dari Sarah yang menunggu.

“Haloo, Sayang. Masih marah?” Rey pun bertanya pada Sarah yang sedang kesal dengannya.

“Sudah cukup! Aku tak mau bercanda lagi! Malam ini Aku akan datang ke rumahmu. Aku membawakan makanan kesukaan mu Rey.”

“Wahh, akhirnya jadi datang ke rumah. Say, jangan marah lagi yah?! Wanita yang kemarin itu kan penggemarku, kamu tahu kan proffesiku sebagai apa?”

“Iya, maafkan Aku sudah berkata kasar padamu. Nanti malam Aku sengaja datang sekalian membawakan makanan untuk Ibu, Nayla dan kamu.”

“Aku tunggu yah Sayang!”

“Oke Sayang.”

Bukan main senang nya Rey, saat Sarah memberi kabar dan meminta maaf. Biasanya Sarah tidak seperti itu, mungkin efek dari akan menjalin ikatan suci bersama Rey. Kabar ini pun terdengar oleh Arini dan segera membuka kulkas untuk menyiapkan masakan untuk calon menantunya yang akan datang malam ini. Namun mata Arini tertuju pada sebuah kotak dan bingkaian Bunga mawar merah maroon. Ia seolah-olah pernah melihatnya, tapi entah kapan sepertinya sudah lama sekali. Bentuk dan warnanya sama, begitupun dengan bungkusan kotak yang Ia lihat. Isinya pun, seperti lama sekali Arini pernah mengenal bahkan melihat kue itu. 

“Rey!” Dipanggillah puteranya.

“Apa bu?”

“Ini dari Sarah?” Arini memamerkan kotak itu pada Rey.

“Bukan, Bu.” Rey menggelengkan kepala berulang kali. “Tadinya Rey akan membuang barang kiriman yang tidak ada namanya ini! Soalnya tidak ada nama dan tujuan dari pengirimnya.”

“Tapi sayang kan? Ibu cium baunya memang enak Rey! Sepertinya yang mengirimkan barang ini pandai membuat kue yah?!” Sambil mencium aroma kue nouggat yang berada dalam genggaman tangan, Arini pun mencicipinya. “Hmm, ini enak sekali Rey! Coba deh Kamu cicip!”

“Yakin Bu?!” Rey pun mencoba kue yang dicicipi oleh Arini.

“Ini enak sekali Rey, Ibu akan suguhkan untuk Sarah.”

Barang kiriman yang akan dibuang itu kini masih tersimpan dengan rapi di meja makan. Perkara pengirim yang akan dilupakan oleh Rey, kini kembali menguak rasa penasaran Rey akan pengirim barang tersebut. 

 

Bel berbunyi dari arah luar, seorang wanita cantik menunggu untuk dibukakan pintu. Dengan setelan syal hijau tosca dan blouse pink, makin menambah daya tarik wanita tersebut. Dibawanya janji dan harapan yang akan Ia tawarkan pada keluarga Suseno.

“Haii cantik! Sudah lama tak melihat lagi paras manismu.” Tutur Arini memuji calon menantunya agar tidak pergi ke pelukan lelaki lain selain anaknya. Mereka pun saling beradu pipi, tanda dari rindunya para wanita yang baru bertemu kembali.

“Ahh tante, baru saja seminggu tak bertemu seolah-olah sudah bertahun-tahun tak bertemu.” 

“Mau ketemu Rey kan? Dia sudah tak sabar menunggu mu dari tadi sore.” 

“Oh iya tante, Saya bawakan makanan kesukaan Rey.” Sarah pun menyodorkan bungkusan makanan untuk calon mertua dan calon tunangannya itu.

Mereka pun menghabiskan waktu berjam-jam sampai malam untuk membahas acara pertunangan Rey dan Sarah. Arini memastikan agar tidak ada yang tertinggal untuk menuju proses pelamaran Sarah. Sedangkan Rey sudah sangat mantap bahkan ingin segera menikahi Sarah, namun menunggu schedule rutinitas Sarah di kantornya yang sibuk. 

Jam malam makin bergeser menuju lereng dini hari, tak memungkinkan Sarah untuk pulang ke rumah. Sudah pukul 02.00 dini hari mereka betah membicarakan penentuan janji suci itu. Ibunda Arini segera menyiapkan kamar tamu untuk calon menantunya yang akan diinapkan malam ini. Namun Sarah menolak, Ia khawatir dengan neneknya di rumah yang tinggal sendirian. Rey dan Arini pernah mendengar riwayat Sarah ketika masih kecil yang tinggal dengan neneknya tanpa pernah melihat rupa kedua orang tuanya yang divonis meninggal oleh nenek Sarah.

Rey pun segera mengeluarkan mobil dari garasi untuk mengantar Sarah pulang ke rumahnya. Suzuki Katana Gx tahun 91 pun meluncur keluar dari pagar bersama kedua pasangan tersebut setelah pamit pergi untuk menuju rumah Sarah. 

Apa yang ada dihadapan mereka kini gelap karena malam, maka semakin intenslah pembicaraan mereka berdua. Sejenak melupakan hal-hal konyol yang pernah hamper memecahkan hubungan harmonis antara dua insan tersebut. Kenangan pertemuan mereka pun semakin memantapkan hubungan yang akan erat di masa depan. 

******

“Thanks ya sayang, udah sampai ke rumah. Hati-hati yah! Awas lho kalau macam-macam ketemu gadis lain lagi! Ancam Sarah sambil menggambarkan kode dari sebuah tangannya yang mengepal.

“Iyah sayang, percaya deh cuma kamu calon istriku.” Mantap Rey dengan jawaban yang dilontarkan dari mulutnya.

“Kalau niat macam-macam, Aku doain supaya nanti Kau ketemu kuntilanak lho!” 

“Ehh tega nian kekasihku mendoakan hal yang buruk?!”

“Aku bercanda Rey, tapi jika Kau macam-macam maka doa tadi adalah keseriusan ku!”

“Ya sudah, segera istirahat! Besok Aku akan cari uang untuk bekal pernikahan kita.”

Sarah pun mengembangkan senyuman pada kekasihnya Rey yang akan segera pamitan untuk bergegas kembali pulang ke rumahnya. Nenek Sarah pun keluar melihat cucunya sudah pulang diantar oleh calon tunangannya.

“Nek, belum tidur?”

“Belum, nenek sedang menunggu hasil keputusan dari calon mertua mu.”

“Nenek tidak usah khawatir, semua biaya sampai menjelang pernikahan akan ditanggung oleh keluarga Rey. Jadi nenek tidak usah khawatir, kita tinggal menyiapkan mental untuk menjelang acara.”

“Bagus lah, nenek senang mendengarnya namun nenek juga sedih sebentar lagi kamu akan meninggalkan nenek.” Air mata nenek Sarah tak terbendung untuk menahan tangis nya.

“Tenanglah nek, Sarah masih tetap tinggal bersama nenek dan tentunya Rey juga mengizinkan aku tinggal bersama nenek.”

“Lalu kalian akan tinggal dimana?” Nenek sarah masih kebingungan dengan penjelasan cucunya.

“Kita akan tinggal bersama nenek. Rumah yang baru dibeli Rey akan disewakan oleh Rey menjadi kontrakan. Sedangkan Ibunda Rey akan tinggal bersama Nayla di rumahnya yang dulu. Nah karena Rey dan Sarah sibuk, maka Kita berdua akan mencarikan pembantu untuk meringankan pekerjaan nenek di rumah.”

Nenek sarah hanya tersenyum sumringah setelah mendengar berbagai kemajuan dari cucunya tersebut. Sarah yang diasuhnya semenjak kecil kini menjadi pelindung sekaligus harapan bagi keluarganya yang dulu yang hancur. Nenek Sarah tak pernah bahkan tak ingin membuka riwayat keluarga Sarah yang akan melukai kembali hati cucu satu-satunya itu. Ia simpan rapat-rapat masalah masa lalu orang tua dari Sarah dan membesarkan cucu seorang diri meski bukan darah dagingnya. Tapi justru itulah yang membuat ikatan bathin mereka berdua sangat kuat bahkan lebih kuat dari kedua orang tua Sarah. 

******

Malam ini pukul 03.00 dini hari, sosok Sarah kembali melenyap dari teras depan rumahnya. Lambaian tangan Sarah yang meninggalkan bekas diingatan Rey pun hilang seketika setelah berbalik pulang menuju rumahnya. Rey pun menyalakan tape radio dengan lagu-lagu kesukaannya, hal ini untuk menghilangkan rasa jenuh disaat jalanan begitu sepi. Namun di tengah-tengah perjalanan itu Rey dikagetkan dengan teriakan seekor kucing yang seperti terlindas oleh ban depan mobilnya. Ia pun menghentikan laju mesin mobilnya, lalu turun ke samping kiri untuk melihat keadaan mobilnya. Namun tidak ada hal yang mengkhawatirkan, hanya saja Rey kebingungan darimana datangnya suara itu ketika Ia melajukan kendaraannya. Ia pun segera berlalu dan pulang menuju rumahnya. Dalam pikirannya, jika saja tadi Ia melindas seekor kucing maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Rey masih ingat dengan pepatah neneknya, dulu jika ada seekor kucing yang sengaja bahkan tidak disengaja terlindas, maka akan muncul sebuah malapetaka. Untung saja tadi tidak terjadi apa-apa. 

Sampai di rumah, Rey sudah memahami jika si empunya rumah dan adiknya Nayla sudah larut dan tenggelam di alam mimpi. Mereka kelelahan! Kelelahan dengan waktu yang dihabiskan untuk mengkonsep acara pertunangan dan pernikahan. Meskipun Rey juga turut kelelahan namun ada rasa puas di raut mukanya yang tampan.

Rey pun segera menutup lembaran cerita malam ini dan menyimpan angan maupun harapannya untuk hari esok. “Saatnya untuk tidur!” Seharian Ia sudah terhanyut dengan janji-janjinya dan mencari wedding organizer untuk memuluskan acara sakral seumur hidupnya. Ia pun melepaskan penat dengan tersenyum di atas bantal. Kali ini Ia berhasil untuk mewujudkan keinginan menikah dan mengubur dosa di masa lalunya.

******