Contents
Hantu Jubah Merah Cerpen
Cerpen Hantu Jubah Merah
Alisa bermimpi. Ia melihat sosok tangan yang sepertinya tangan pria dewasa sedang mengubur kunci di sebuah halaman penuh tanah berumput. Kemudian ia mendengar suara Ria saudara sepupunya berteriak ketakutan.
"Ria?!" pekiknya dalam mimpi bertanya apakah benar itu suara Ria sepupunya. Ia mengedarkan pandangannya mencari-cari arah suara dan Ria. Ia segera melangkah mencari dan tiba-tiba ia berada di dalam sebuah rumah tua berukuran sangat besar. Ia mendengar suara Ria semakin dekat dan ia mencarinya di dalam rumah besar itu. Sampailah ia di depan sebuah ruangan.
"Ria!" serunya dengan yakin karena jelas itu suara Ria. Ia segera membuka pintu ruangan itu. Ia melihat Ria diserang bayi-bayi yang sangat banyak.
"Ria!" pekik Alisa saat bayi-bayi itu menyerangnya dengan sangat ganas. Pada saat itu ia pun terbangun dalam posisi miring ke kanan.
"Ria?" tanya Alisa yang heran dengan mimpinya yang aneh itu. Ria sepupunya yang kata paman dan bibinya sedang kuliah di luar negeri.
Alarm sholat malam berdering.
"Hm ... sudah saatnya untuk sholat malam." Alisa perlahan merubah posisi tubuhnya menjadi telentang. Pada saat itu ia melihat sosok melayang di depannya, di atas ujung kakinya. Ia melihat sosok wanita yang super cantik, sangat cantik luar biasa. Belum pernah ia melihat wanita serupawan itu. Wajahnya putih pucat, lipstik merah dengan senyuman manis menawan, rambut andan-andan sangat panjang tergerai terbang-terbang seakan tertiup angin, gaun merah panjang menutupi sekujur tubuhnya seakan seperti jubah.
Alisa melihat penampakan itu dengan kasat mata jelas. Ia tidak peduli apa maksud mahkluk itu memperlihatkan diri kepadanya. Terserah saja apa maunya mahkluk itu. Alisa memilih perlahan menutup matanya lagi dan mencoba untuk tidur lagi. Akan tetapi meski matanya ia pejamkan, ia masih saja melihat mahkluk itu seakan matanya masih terbuka lebar. Ia berusaha untuk tidur tapi tidak kunjung tidur. Ia malah menjadi tindihan.
Beberapa menit kemudian mahkluk itu pergi dengan terbang ke samping ke arah jendela kamarnya. Setelah itu tindihannya hilang dan ia tidak melihat sosok itu. Ia perlahan membuka matanya dan benar sosok itu sudah pergi.
Meskipun demikian ia tidak berani turun untuk sholat malam. Apalagi letak kamar mandi di rumah itu ada jauh di belakang rumah. Ia takut jika sosok itu tiba-tiba muncul menghampirinya di belakang rumah. Ditambah lagi ia sedang tinggal sendirian di rumah yang dari depan tidak tampak terlalu besar, tapi sangat panjang dan panjang ke belakangnya. Ia menanti hingga subuh tiba.
Sebenarnya ia masih takut, tetapi subuh wajib dan ia tidak mau meninggalkan subuh. Ia bangkit dengan berjalan mengendap-endap seakan pencuri karena takut hantu itu tiba-tiba mengejutkannya. Ia sampai dengan selamat di kamar mandi dan ia cepat-cepat kembali ke kamarnya.
Di perjalanan ke kamarnya sebuah album foto ia temukan berserakan di lantai dan beberapa fotonya ke luar dari album. Ia membereskan sejenak album foto itu. Salah satu foto yang terlepas dari album adalah sebuah rumah tua berukuran besar milik neneknya yang turun menurun diwariskan oleh buyutnya. Rumah itu terletak di luar kota. Rumah yang tentunya sekarang tampak tua sangat kuno. Ia menjadi teringat mimpinya yang berada di rumah kuno. Ia membawa satu lembar kertas foto itu ke kamarnya.
Setelah sholat subuh ia memikirkan foto itu dan ia memutuskan untuk pergi ke rumah tua itu untuk traveling sendiri. Untuk itu ia harus ke rumah pamannya guna meminjam kuncinya karena yang memegang kunci-kunci lengkap ruang-ruang di dalam rumah itu adalah pamannya. Sementara tetangga yang tinggal di dekat rumah itu hanya ditinggali kunci-kunci utama saja seperti kunci gerbang, pintu masuk depan dan belakang, kunci ruang keluarga, kunci dapur, dan kunci ruang makan.
Sesampainya di rumah pamannya yang ada adalah bibinya. Bibinya segera mengambilkan kunci-kunci itu untuk Alisa.
"Kamu mau ke sana sendirian?" tanya Bibi An.
"Iya, Bi An," jawab Alisa.
"Tidak takut? Soalnya katanya di sana angker loh, karena lama sudah tidak ditempati," kata Bi An.
"Maka dari itu Alis akan ke sana, traveling sekalian membersihkan biar tidak angker. Sayang jugakan rumah nenek jika dibiarkan kosong," kata Alisa.
"Iya kamu benar. Kamu bisa minta tolong sama tetangga Pak Dudi namanya. Ia juga memegang kunci-kunci tapi tidak semuanya, hanya ruang-ruang tertentu saja," kata Bi An.
"Iya, Bi," jawab Alisa.
"Iya sudah kamu hati-hati di jalan," pesan Bi An.
"Assalamualaikum!" ucap Alisa.
"Wassalamu'alaikum!" jawab Bi An.
Rumah tua besar milik nenek.
Setelah perjalanan beberapa waktu yang panjang sampailah ia di depan rumah tua besar milik neneknya. Akan tetapi ia melihat banyak orang masuk ke dalam rumah itu. Mereka tampaknya adalah para krue televisi. Saat ia bertanya rupanya rumah neneknya disewakan oleh tetangga yang diamanahi kunci kepada krue televisi untuk acara uji nyali. Tetangganya itu rupanya menyewakan demi uang banyak tanpa seizin pemilik sesungguhnya.
"Bagaimana ini? Apa aku bilang aku ini adalah pemiliknya. Setelah ia pertimbangkan dan melihat tetangganya itu sedang susah dan butuh uang, untuk sementara waktu ia biarkan.
"Mari, mau ikut daftar?" tawar krue televisi itu.
"Daftar?" Alisa berpikir. "Iya sepertinya itu ide bagus. Aku bisa latihan tidak takut dengan mahkluk-mahkluk semacam itu," batin Alisa. "Iya saya daftar!" Alisa memutuskan untuk menjadi salah satu peserta uji nyali.
Rumah tua besar milik nenek.
Malam hari sekitar pukul sembilan lebih.
Semua peserta di suruh duduk menunggu di sebuah halaman penuh rumput. Alisa merasa ini adalah halaman di mana ia melihat tangan pria dewasa sedang mengubur sebuah kunci. Para krue menutup mata para peserta. Kemudian peserta duduk menunggu di bangku masing-masing yang diberi jarak cukup jauh-jauh. Hanya satu krue film yang mendampingi mereka di lokasi tempat menunggu itu.
Beberapa saat kemudian angin berhembus kencang di sekitar tempat menunggu itu. Pada saat itu meski mata Alisa tertutup dengan kain ia melihat sosok perempuan cantik berjubah merah yang pernah ia lihat sebelumnya. Tidak ada yang melihat sosok itu kecuali Alisa.
"Ada apa sebenarnya ini? Siapa jubah merah itu? Tangan siapa itu? Apa hubungannya dengan Ria? Ada misteri apa di rumah tua peninggalan nenek Alisa?" benak Alisa penuh tanda tanya. Ia pun berkeringat dingin sendiri karena ada rasa takut saat melihat sosok perempuan berjubah merah itu meskipun sosok itu tampak tersenyum manis dan tampak tidak jahat. Alisa membaca banyak doa bukan untuk mengusir sosok itu, tapi lebih untuk menguatkan mentalnya melihat sosok seperti itu. "Di dunia ini memang Allah menciptakan mahkluk yang berbeda-beda. Ia juga mahkluk Allah, tidak selayaknya aku takut," batin Alisa menguatkan hatinya.