Contents
Jodoh Salah Alamat
Chapter VI (Rizky Kurniawan)
Hal pertama yang gue lakuin ketika pulang kerja adalah melepas sepatu dan meletakkan pada tempatnya. Katanya cowok itu sembarangan dalam segala hal. Nggak berlaku buat gue. Gue paling anti berantakan.
Tiba-tiba Rean keluar dari kamar gue. "Loh, lu masih di sini?"
"Oh, jadi ceritanya nggak pengen gue ada di sini nih? Ngusir gue secara halus?"
"Bukan gitu. Gue heran aja kenapa lu masih betah di kos bobrok ini. Padahal kos lu lebih mewah dan gede."
"Iya sih, hati gue hampa di sana. Nggak ada teman ngobrol. Penghuni kosnya pada sok sibuk semua. Nyaman di sini gue. Gue mau pindah ke sini lagi ah."
"Terus mau tidur di mana? Kamar udah full. Gue ogah ya tidur sekamar ma lu lama-lama. Kasurnya sesak."
"Sialan lo. Bay the way, nembak ceweknya? Lancar?"
"Banget. Ternyata cewek yang gue tembak itu cinta pertama gue waktu SD yang sering gue ceritain ke lu. Benar kata orang, dunia sempit."
"Berarti diterima dong tembakan lo?"
"Ini juga berkat lu ajarin gue cara nembak cewek yang nggak alay. Makasih ya, Bro."
"Sama-sama."
Drrrrt ... Drrrrt
HP bergetar dari saku celana gue. Gue ambil benda tersebut. Ternyata ada WA dari Ranti.
Nanti malam bisa ke rumah? Mamaku datang dari Lampung. Beliau mau kenalan sama kamu.
Hah? Secepat itu Ranti mengenalkan gue ke mamanya? Buru-buru gue mengenakan sepatu lagi.
"Mau ke mana lu?" tegur Rean.
"Cinta pertama gue nyuruh datang ke rumahnya."
"Sama dong. Pacar gue juga nyuruh ke rumah. Kayaknya sih kangen. Ya udah kita berangkatnya bareng aja. Nanti kita pisah di gang depan."
Gue sama Rean sama-sama keluar dari kos. Lalu gue kunci pintunya.
***
Sepanjang jalan gue mikir keras. Ketemu calon mertua nggak mungkin dong datang dengan tanga kosong. Bisa-bisa belum jadi suami, sudah dicap pelit. Beliin apa ya?
Ah, gue ingat. Si Ranti suka gudeg. Kali aja mamanya juga suka gudeg. Gue pun mampir ke rumah makan gudeg paling terkenal di Yogyakarta. Apalagi kalau bukan gudeg Yu Djum. Konon katanya yang membikin Yu Djum terkenal karena sudah berdiri sejak 1950.
Banyak review yang buat gudeg ini beda dari yang lain karena Gudeg Yu Djum disajikan di atas daun pisang. Harumnya sangat khas gudeg, gurih yang berasal dari santan ditambah aroma gula merah. Manisnya cocok di lidah orang yang bukan orang Jawa dan para turis. Ditambah ayam kampung dan telornya yang kuat dengan rasa bumbunya yang meresap. Kreceknya bertekstur kering seperti gudegnya. Sedikit pedas dan santannya juga tidak kental terasa dimulut. Kalau mau lebih pedas, cabe rawit rebusnya menambah cita rasa pedasnya.
Jujur selama bertahun-tahun tinggal di Yogyakarta, gue belum pernah makan di gudeg Yu Djum. Takut harganya mahal. Biasanya semakin terkenal, semakin mahal. Ketika sampai, gue segera memarkirkan motor.
"Sugeng rawuh. Mau pesan apa, Mas?"
"Paket gudeg paling spesial dua porsi."
"Mau dibungkus atau makan di sini?"
"Bungkus aja, Mbak."
"Baik."
"Berapa totalnya?"
Hati gue jadi was-was. Takut Mbak di depan gue menyebutkan nominal ratusan ribu dan duit di dompet gue kurang.
"Rp. 80.000,- aja, Mas."
Gue kaget. Pasal harga sangat terjangkau. Sama seperti harga gudeg di lesehan-lesehan Malioboro pada umumnya.
***
Sesampai di rumah Ranti gue dapat kejutan yang luar biasa. Ranti lagi mengobrol dengan Rean.
"Loh, Re, ngapain lu di sini?"
"Ya, ini rumah pacar gue. Lo sendiri ngapain ke sini? Jangan bilang ..."
Oh, shit. Drama macam apa ini. Jadi cinta pertama gue ternyata pacar sahabat gue? Sumpah, FTV banget.
"Kalian sudah saling kenal?" tanya Ranti.
"Dia teman kosku," jawab gue singkat.
"Teman tapi menikung. Nggak nyangka gue, lo ternyata nembak pacar gue."
"Ya mana gue tau bahwa Ranti pacar lu."
Seorang ibu bertampang judes dan mengenakan rol rambut berdiri di sebelah pintu. "Ada apa sih ribut-ribut?"
"Ini loh Ma dua cowok yang bakal Mama integrogasi udah datang."
Ibu itu memandang gue dan Rean dari ujung kaki ke ujung kepala secara bergantian. "Jadi kalian pacar-pacarnya anak gue?"
Rean maju. "Saya pacar sahnya, Tante."
Gue ikutan maju. "Tapi saya cinta pertamanya." Gue nggak mau kalah.
Ibu Ranti menunjuk gue. "Kamu duluan yang saya introgasi. Ayo masuk."
Gue menepuk jidat. Mampus.
"Hahaha ... Syukurin." Rean meledek gue abis-abisan.
***
Tadinya gue kira momen paling horor adalah ujian nasional dan masuk ke ruang guru BK gegara ketahuan bolos atau mencontek ulangan. Namun, nyatanya ada yang lebih horor. Berhadapan dengan calon mertua.
"Nama kamu siapa?"
"Rizky Kurniawan, Bu."
Selanjutnya ibunya Ranti menanyakan tanggal lahir lahir, asal dari mana, semua gue jawab apa adanya seperti yang gue bilang ke Ranti kemarin. Sampai akhirnya muncul pertanyaan mencekam.
"Profesi kamu apa? Alasan kamu cinta sama anak saya apa? Kalau kamu nikah sma anak saya, kamu sanggup ngasih uang bulanan berapa?"
Mati gue. Kalau gue jawab jujur, nanti langsung nggak direstui. Mana ada coba mertua yang merelakan anaknya menikah sama kurir kere macam gue. Sedangkan di depan ada cowok lain yang profesinya lebih menjanjikan dan sanggup menafkahi Ranti secara layak. Namun, kalau jawab bohong nggak baik. Setelah berdebat sama hati, gue memutuskan untuk jujur. Kejujuran di atas segalanya.
"Saya cuma kurir ekspedisi, Bu. Gaji haya tiga jutaan. Alasan saya mencintai Ranti karena Ranti cinta pertama saya waktu SD," ucap gue dengan tertunduk malu.
Sekarang gue pasrah jika mamanya Ranti lebih memilih Rean jadi mantunya dibanding gue.