Try new experience
with our app

INSTALL

Temporary 

Part 5

Suasana malam sangat bersahabat kali ini. Tentram, membuat suasana hati menjadi tenang. Belajar di perpustakaan pun rasanya nyaman. Seperti yang Reyhan kini lakukan, duduk di bangku dekat jendela yang mengekspos taman di halaman perpustakaan dan juga jalan raya. Menekuni suatu pelajaran yang disukai memanglah menyenangkan. Namun, sepertinya gendang telinga Reyhan terganggu  dengan suara halus yang akhir-akhir ini menghantuinya. Entah kenapa Reyhan jadi tidak fokus ketika mendengar suaranya.


 

Selalu, Reyhan selalu menepis hal itu. Hal yang sampai sekarang membuatnya bingung, apakah iya atau tidak. Jika iya, mengapa ia harus menepis hal itu? Dan jika tidak, mengapa pula Reyhan kini merasakan hal yang berbeda ketika didekatnya, lalu senyum yang terukir indah itu sering hinggap di pikirannya, dan suaranya kini menghantui dirinya.


 

Beberapa detik, mata Reyhan tak sengaja melirik sosok yang tak jauh dari tempatnya duduk. Dia sedang bersama dengan adek-adek kecil yang membutuhkan bimbingan, di ruang sebelah yang memang khusus untuknya mengajar. Tak lupa senyum yang selalu membuat siapapun merasakan atmosfer yang berbeda. Seketika pikiran Reyhan semakin terbuyar tatkala Afka menepuk pundaknya. Reyhan terlonjak kaget.


 

"Ngelihat arah matanya tadi sih ... mengarah ke arah ...." Kenzo mengikuti arah mata Reyhan tadi. "Hana?!"


 

Reyhan menghembuskan napasnya. Terkadang ia perlu menjaga privasinya agar siapapun tidak mengganggunya. Namun, yang namanya sahabat tetaplah sahabat. Seberapa pun kita menyembunyikan sesuatu kepadanya, maka akan semakin meluap kenyataan yang akan tiba tanpa diketahui. Entah itu menguntungkan atau malah merugikan. Dan tentu perlu digaris bawahi, jika sahabat hanya ingin yang terbaik.


 

"Wah, serius lo, Han?" Afka beralih duduk di depan Reyhan.


 

"Yang lo pantengin dari tadi si Hana itu?" timpal Afka lagi.


 

"Amazing coii!" Disusul Kenzo yang bertepuk tangan.


 

Reyhan cukup melihat tingkah dari teman-temannya ini. "Itu juga tadi kebetulan aja kali."


 

"Kebetulan dari mana? Orang jelas-jelas ngeliatinnya lebih dari sedetik gitu." Kenzo mencoba mencari titik kebohongan dari raut wajah Reyhan.


 

"Tuh kan kan ... keliatan dari tatapan mata lo," ujar Kenzo sambil menunjuk arah mata Reyhan. Reyhan mengerutkan alisnya.


 

"Yang tadinya tatapan yang berisi, eh sekarang tatapan yang kosong," lanjutnya.


 

Afka terbahak-bahak mendengar penuturan temannya yang satu itu. "Mungkin tadi sedang melihat masa depan, jadi perlu ke seriusan untuk menata strategi."


 

Kedua teman Reyhan itu tertawa dengan nyaring sampai-sampai telinganya merasa geli dan memutuskan untuk berpindah tempat. Saat Reyhan hendak berdiri dan melangkah ke arah kiri, tiba-tiba Hana sudah berada di balik kursinya tadi, sambil berkecak pinggang. Untuk yang kedua kalinya Reyhan terlonjak di tempat yang sama.


 

Melihat ekspresi Reyhan yang benar-benar tidak bisa diceritakan membuat Hana ingin tertawa. Namun segera ia urungkan. "Tau gak sih kalau kalian sedari tadi jadi pusat perhatian?" Hana mencoba untuk berbicara ketus. Tapi sangat tidak cocok dengan pembawaannya dalam bicara.


 

Reyhan mengelus-elus antara dada dan perutnya sambil tangan kirinya memegang buku paketnya. Menunduk, lalu menengadahkan kepala, menunggu agar kedua temannya itu bisa bertanggung jawab atas kelakuannya tadi yang membuat banyak orang merasa terganggu.


 

Sedangkan Afka dan Kenzo sekarang hanya nyengir-nyengir tidak jelas maunya apa. Dan Hana kini berganti gaya, melipat kedua tangannya di dada.


 

"Hei ... ada apa ini kok rame-rame ...." Seorang wanita paruh baya datang dari arah dalam ke tempat mereka berada. "Eh Reyhan ... udah lama di sini?"


 

Reyhan mencium punggung tangan wanita yang juga sering ia panggil 'Bunda' lalu disusul teman-temannya Reyhan. Sedangkan Hana menautkan alisnya, merasa aneh dan bingung sendiri.


 

"Hana ... sini Bunda kenalin," ujarnya menyeret tangan Hana untuk mnyuruhnya berjabat tangan dengan Reyhan dan kawan-kawan.


 

"Kami sudah kenal, Bund," kata Reyhan yang sedang menaruh bukunya tadi digenggaman, lalu memasukkan kedua tangannya ke saku celana.


 

"Oh iya ... kalian satu sekolah kan ya," seru wanita yang dipanggil bunda itu.


 

Dan Reyhan merespon itu dengan anggukan.


 

Bunda mengisyaratkan Hana untuk mengajak Reyhan dan teman-temannya itu masuk ke dalam ruangan agar perbincangan mereka tidak mengganggu pengunjung yang lainnya.


 

Setelah mereka ke dalam ruangan atau yang lebih spesifiknya adalah rumah Bunda, mereka disuguhkan teh hangat beserta biskuit yang baru saja bunda masak. Suguhan yang sangat cocok disajikan ketika sedang berbincang-bincang di sejuknya malam. Serta candaan Afka dan Kenzo yang sedari tadi tidak ada hentinya.


 

Mereka saling tertawa, apalagi film komedi yang mereka tonton sangatlah menghibur. Entah dengan keberanian apa dan entah kenapa pula mata Reyhan melirik ke arah di mana Hana duduk dan tertawa renyah. Detik itu pula tanpa sengaja Hana memergoki Reyhan yang sedang menatapnya dari arah bersebrangan.


 

Hana mengangkat kedua alisnya menatap Reyhan bingung, sambil meredahkan tawanya tadi. Yang kepergok pun seakan copot jantungnya, serta salah tingkah, tapi sebisa mungkin Reyhan menutupi itu dengan cara yang cool.


 

Namun, mata-mata ada di mana saja, salah satunya Kenzo yang saat itu melihat tingkah temannya yang ia ketahui tengah berbicara dari hati kehati dengan Hana lewat mata.


 

"Af, Af, ada yang lagi ekhem," bisiknya ke arah telinga Afka.


 

Yang dibisikin malah cengo karena yang tadinya sedang fokus pada film komedi itu.


 

"Ha? Apa, Ken?" tanyanya.


 

Bunda yang merasa tidak mendengar tawa dari mereka lagi pun menoleh ke arah Kenzo dan kawan-kawannya.


 

Kenzo menyumpal mulut Afka yang mengangah itu dengan biskuit. "Ah lu mah gak seru, Af."


 

"Gak seru gimana? Perasaan gue yang selalu buat lo ketawa, Ken," jelasnya dengan percaya diri.


 

"Dodol!!"


 

Afka mengerutkan keningnya.


 

"Kenapa sihh? Ada apa ada apa?" tanya Bunda yang juga penasaran.


 

Sedangkan Reyhan sudah mulai mengerti jika maksud tujuan Kenzo adalah menertawakan tingkahnya tadi.


 

"Anu, Bund ... itu ada yang piuwitt," terangnya sambil melirik ke arah Reyhan dengan menahan tawanya.


 

"Piuwit apa, Ken? Kamu ini kok aneh-aneh aja," tutur Bunda yang kini beralih tempat duduk di tengah-tengah antara Afka dan Kenzo.


 

"Sini, coba bisikin Bunda, apa-apa?"


 

Afka tertawa renyah. "Si Bunda bisa juga kepo."


 

Bunda melirik Afka dengan cengir senyumnya. "Biar Bunda tau ... emang kamu udah tau, Af?"


 

"Nggak."


 

"Asli pinter banget," ujar Kenzo yang lebih tepatnya mengarah untuk mengejek secara halus.


 

Bunda mengisyaratkan agar Kenzo segera membisikkan sesuatu kepadanya. Kenzo menahan tawa sejenak. Dan kini Hana juga sedang bingung lalu memilih menopang dagu dan menyimak gelagat Kenzo.


 

Suasana pun mendadak hening, dan semua mata menjuru pada gelagat Kenzo. Sedangkan Kenzo masih menahan tawanya dan kini ia mengangkat-angkat alisnya dan matanya mengarah ke tempat Hana duduk lalu beralih ke Reyhan. Dan dilakukannya berulang kali hingga Afka mengetahui itu dan menertawakannya dengan renyah lalu disusul dengan Bunda yang telah memahami hal itu, tak lupa tawanya yang semakin nyaring.


 

Sedangkan Kenzo kini sudah berguling-guling menertawakan hal itu. Berbeda dengan Reyhan dan Hana yang menatap ketiga orang itu dengan cengo dan mengerutkan dahinya.


 

Bunda tertawa sampai memegangi perutnya, lalu sedikit meredahkan. "Haduh haduh ... ternyata kamu ini, Ken. Bisa aja."


 

"Bunda! Suwer ini lagi gak ngada-ngada," terang Kenzo.


 

"Orang tadi si Reyhan ngeliatin Hana tapi kepergok."


 

Reyhan langsung terbelalak mendengar penuturan temannya itu. Reyhan masih membiarkan semua pada tertawa dan pembahasan yang mengalir dengan sendiri.


 

***


 

Dingin semakin dirasakan oleh Hana ketika berada di halaman perpustakaan, menikmati pemandangan Reyhan dan Bunda yang saling melepas pelukan. Reyhan dan temannya berpamitan pulang, karena larutnya malam dan esok pun mereka masih harus sekolah.


 

Bunda sempat meminta Reyhan untuk mengantarkan Hana pulang. Namun, Yeshy tiba-tiba datang ke depan perpustakaan dengan alasan ingin mengajak Hana pulang dan belajar bersama. Bunda pun meng-iyakan saja jika memang hal yang positif mereka lakukan.


 

Memang mereka bukanlah anak-anak dari Bunda. Namun, karena bunda juga sudah ditinggalkan oleh suami dan anaknya karena sebuah tragedi kecelakaan, dan yang selamat hanya bunda. Bunda pun sudah menganggap mereka sebagai anak dan keluarganya. Karena mereka juga sering mengunjungi perpustakaan, menjadikan mereka mengenal lebih dekat lagi.