Contents
KLAKLIK
Romance
PAINUNDUN (Memperjuangkan Hak Seorang Ibu) (Sinopsis)
Painundun (Perjuangan untuk Hak Seorang Ibu) Luss_Purba Marta wanita berusia 63 tahun, harus menelan rasa pahit di pesta pernikahan putri sulungnya, Sondang (25 tahun). Dia yang memilih bercerai dengan suaminya, ayah kandung Sondang harus mendapat penolakan dari beberapa pihak, termasuk keluarga besar mantan suaminya. Bagi mereka Marta tidak berhak menikahkan putrinya sebab dia sudah menikah dengan lelaki asing, dan bermarga asing. Putusan para tetua adat pun tak dapat ditentang di hari dimana Sondang harus dilamar. Piring berisi uang mahar yang melambangkan pengganti putrinya harus diambil pihak keluarga lelaki untuk dijadikan keluarga mereka, tidak boleh jatuh ke pangkuannya. Hati Marta tersayat, sebab anak gadis yang menikah itu dia besarkan di atas pangkuannya tanpa peran seorang ayah, tapi pada akhirnya harus diambil dari pangkuan tanpa menghormatinya. Dengan berlinang air mata Martha meminta agar dia bisa ikhlas, jika putrinya akan menikah, maka piring yang berisikan beras, sirih dan juga uang itu haruslah sampai di tangannya. Bukan tentang totalan mahar itu yang ingin ia miliki, tetapi kesakralan upacara itu dan penghormatan sebagai ibu, itu yang dia mau. Dia ingin membungkus beras yang menjadi lambang kehidupan bagi adat batak tersebut di selendang yang ia pakai, untuk menjadi kenangan bahwa dia pernah membungkus putrinya itu dalam palungannya. Tetapi, tidak satupun yang mengerti keinginan hati dari seorang Marta. Termasuk Alfredo, lelaki yang masih menjadi kerabat dekat dari almarhum ayah kandung Sondang. Lelaki berusia 37 tahun itu selama ini sangat baik pada Marta, dia tidak terlihat menjaga jarak kepada Marta meskipun Marta bukan lagi Kakak iparnya. Itulah mengapa Marta percaya, kalau Alfredo bisa dia andalkan. Dia mengizinkan acara lamaran dilakukan di rumah Alfredo, dan mempercayakan segalanya pada lelaki yang akan jadi wali nikah putrinya itu. Namun, sungguh malang nasibnya, ternyata hati Alfredo berubah saat mengetahui besaran mahar yang akan diberikan pihak mempelai laki-laki, dan calon mempelai laki-laki adalah anak dari orang kaya di seberang kampung mereka. Dia ingin menguasai Sondang dan juga calon suaminya bernama Rinto. Alfredo berniat mencari keuntungan pribadi dengan memperalat tradisi dan hukum adat yang berlaku untuk seorang ibu yang bercerai, dan menikah lagi. Awalnya, Alfreda hanya ingin mengambil sebagian mahar untuk keperluan pribadinya. Tetapi, saat dia tau dari istrinya, Rinto lelaki berusia 27 tahun itu memiliki aset bernilai fantastis, dia juga ingin menguasai Rinto, dengan dalih, bahwa dialah keluarga Sondang yang utuh, bukan Marta yang telah menjadi bagian marga yang lain. Niat buruk itu pun akhirnya sampai di oendengaran Sondang. Dia memilih lebih baik tidak menikah saja daripada membuat ibunya terluka. Tapi, Rinto tidak mau acara mereka batal, dia sangat mencintai Sondang. Dia akan mengupayakan apapun agar tetap bisa menikahi Sondang. Menemui beberapa orang yang menurutnya akan memberi pencerahan tentang masalah mereka mulai Rinto dan Sondang lakukan. Tapi, ternyata Alfredo cukup berpengaruh besar di kampung itu. Jabatan Alfredo, paman Sondang itu sebagai Kepala Lurah cukup membuat orang-orang tak ingin ikut campur. Sondang mulai putus asa, dia benar-benar sudah tidak ingin melanjutkan semuanya. Dia tidak tahan dengan kesedihan ibunya sepanjang waktu yang menyalahkan dirinya sendiri. Marta menyalahkan dirinya yang mengapa harus menikah lagi. Marta tak menganggap keputusan ibunya salah, sebab ayahnya juga bukan orang yang bertanggung jawab. Semasa bersama ayah kandungnya, mereka sering terlantar, bahkan Ibunya Marta harus bekerja mencari upahan ke ladang orang demi mencukupi biaya kebutuhan sehari-hari. Bahkan Sondang ingat betul saat adiknya Sinta yang sekarang berusia 20 tahun masih di dalam kandungan. Ibunya harus menyadap karet orang dari pagi sampai matahari tenggelam. Ayah kandungnya bernama Abner itu tahu, hanya saja tidak peduli sama sekali. Marta bahkan bersyukur, sekarang ibunya tinggal bersama seorang lelaki yang mau berjuang, dan juga menyayanginya bersama adiknya, walaupun bukan putri kandungnya. Lelaki pekerja keras itu bernama Arman berusia tiga tahun lebih muda dari ibunya. Marta meminta Sondang menerima keputusan pihak adat, sebab dia juga merasa kalau apa yang mereka katakan itu benar. Meskipun sebenarnya hatinya berat menerima kenyataan itu. Dia tidak mau kebahagiaan putrinya terhalang akibat masa lalunya. Sondang bersikeras harus bisa memperjuangkan hak ibunya atas dirinya meskipun akhirnya pernikahannya ditunda. Dia dan Rinto kembali mencari cara lain dengan menemui tetua adat di banyak tempat termasuk ke Kabupaten asal suku batak tersebut. Di Perjalanan mereka menuju tempat bersejarah itu, mereka mengalami banyak hal. Termasuk Sondang yang lama-kelamaan jenuh. Orang tua Rinto pun mulai sedikit lelah dengan semua prosesnya, dan berbalik menentang pernikahan yang cukup rumit itu. Tekanan demi tekanan membuat mereka hampir menyerah. Rinto terus memberi semangat kepada Sondang, kemudian saat Sondang kembali pada semangatnya, mereka bertemu Duma, gadis cantik yang ternyata adalah Pariban (sepupu yang bisa dinikahi) Rinto yang sudah lama tidak pernah bertemu, kebetulan Duma juga belum menikah. Duma sendiri tinggal sejak kecil bersama orang tuanya di Ibu kota. Pertemuan Rinto dan Duma ini diketahui oleh orang tau Rinto, dan dia melihat Duma jauh lebih baik dari seorang Sondang, gadis yang berprofesi sebagai bidan desa itu. Niat membatalkan pernikahan itu semakin keras digaungkan oleh orang tua Rinto yang akrab sekali disebut Ibu Sarma. Wanita yang sudah menjanda sejak usia Rinto remaja mulai membanding-bandingkan dirinya dengan Ibunya Sondang. Dia berkata semua adalah kesalahan Marta. Sarma akhirnya benar-benar meminta Sondang menjauhi anaknya, dengan mengancam kalau Sondang tidak meninggalkan anaknya dengan sukarela, maka pihak mereka akan menuntut mahar yang sudah diterima keluarganya dua kali lipat karena sudah terlalu lama mengundur waktu. Sarma beralasan malu pada keluarga besarnya. Uang seratus juta adalah uang yang besar untuknya, apalagi dua kali lipat. Dia tidak akan punya uang sebanyak itu, belum lagi dia tidak yakin bahwa uang itu masih utuh di tangan pamannya. Setelah semalaman Sondang bergelut dengan pikirannya, akhirnya dia memutuskan menjauhi Rinto dengan memutus semua komunikasi dengan Rinto. Rinto yang tidak biasa dengan sikap aneh Sondang bertanya-tanya dalam hati. Ternyata di lain tempat, Sarma telah mempersiapkan pernikahan Rinto dengan Duma. Bahkan sudah berbicara konsep pernikahan, dan Sarma menyetujui pernikahan dilangsungkan di Ibu Kota. Rinti yang belum tahu apa-apa, tidak menaruh curiga pada ibunya. Saat itu Rinto telah berhasil mendapat pencerahan dari seorang yang benar-benar menekuni adat dan memahaminya dengan benar. Rinti pergi menemui orang tua itu, di salah satu desa kecil yang masih sangat asri. Lelaki itu tidak membantah akan keputusan tetua adat di kampungnya. Hanya saja, adat digunakan mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, bukan merusak hubungan yang sudah ada. Begitu kata lelaki tua itu. Lelaki itu akhirnya, memberikan masukan agar menambahkan acara di tengah acara adat pernikahan mereka, yaitu menyerahkan ‘Upah Painundun’ terlebih dahulu kepada ibu kandung Sondang, sebelum melakukan ritual yang lainnya. Rinto sudah mempersiapkan yang seharusnya diberikan sebagai hadiah untuk wanita yang telah melahirkan wanita yang begitu dia cintai. Satu set emas, dan uang dengan besaran yang sama dengan mahar telah Rinto siapkan. Dan seiring berjalannya waktu, Rinto pun mengetahui niat ibunya dan menolak mentah-mentah. Dia tetap akan mempersunting Sondang sebagai istrinya. Pihak-pihak yang ia percayai pun ia siapkan untuk mengatur acara adat sesuai dengan saran lelaki tua yang dia temui itu. Sondang pun akhirnya luluh, dan kembali menyetujui pernikahan. Pada akhirnya, rencana Sondang dan Rinto untuk menikah sah secara agama dan adat pun kembali disusun. Marta pun mendapat kembali harkat dan haknya sebagai seorang ibu, meskipun ada yang sedikit berbeda dari acara adat pada umumnya. Marta dan juga suaminya, Arman diberikan waktu khusus terlebih dahulu untuk memberikan doa dan restu untuk kedua mempelai, lalu melanjutkan tatanan adat yang seharusnya. Acara pernikahan Sondang dan Rinto pun dipenuhi haru dan bahagia. Tamat
Share
.
Show Reply (0) Add Reply