Try new experience
with our app

INSTALL

KLAKLIK 

Romance

26

Cermin Retak (sinopsis)

Sebuah pernikahan sederhana diselenggarakan di sebuah desa yang jauh dari pusat kota. Kedua mempelai sepakat menikah setelah dikenalkan oleh salah seorang saudara pihak laki-laki dan pihak perempuan. Tepatnya si lelaki yang mengajak menikah usai sebulan bertemu hanya sekali saja. Mempelai wanita merupakan alumni santri salah satu dayah (pondok pesantren) di Aceh. Perempuan cantik dan tinggi langsing itu bernama Alya Humaira, berusia 24 tahun tepat satu bulan lalu. Menikah dengan seseorang yang tidak pernah dikenal sebelumnya, Alya bahkan tidak tahu apa itu yang dinamakan cinta. Membahas tentang pasangan suami-istri yang terlihat bahagia di pelaminan, mempelai laki-laki tampan itu bernama Hendra Setiawan. Laki-laki berasal dari luar Aceh itu berkunjung ke rumah kenalannya dan tidak sengaja bertemu Alya di sana. Cinta pada pandangan pertama dan tekad yang kuat, Hendra memberanikan diri melamar Alya pada kedua orang tuanya. Bak gayung bersambut, Hendra berhasil meminang perempuan muslimah berhijab lebar itu dan sekarang telah berstatus suami-istri sejak tiga jam yang lalu. Senyum terukir indah dari wajah Hendra. Lain halnya dengan Alya, terkadang wajah cantik dalam balutan pakaian adat Aceh itu terlihat sendu. Tidak banyak tamu undangan yang hadir, halaman rumah Alya yang tidak terlalu luas hanya didirikan dua teratak berukuran sedang milik desa. Sesuai tradisi yang masih berlangsung di desa itu, para warga yang diundang atau sanak saudara lebih menyukai sajian menu berupa nasi dan kuah beulangong saja (daging sapi, kerbau, atau kambing yang dimasak khas Aceh). Untuk tamu dari luar, disuguhkan berbagai sajian menu di meja prasmanan di bawah teratak, walaupun menu sederhana tergantung yang punya hajatan. Para undangan pun terpisah antara tamu laki-laki dan perempuan. Mereka duduk pada kursi yang tersedia di bawah teratak berbeda. Seminggu setelah akad nikah dan resepsi diadakan, Hendra memboyong Alya ke Jakarta. Konon suaminya memiliki pekerjaan bergengsi di sana. Perpisahan antara Alya dan orang tua diselingi tangisan, walaupun sebelumnya pernah berpisah karena Alya di dayah, tetapi tidak sejauh itu. Hendra membawa Alya ke sebuah rumah minimalis nan indah. Bangunan berlantai dua itu menghipnotis Alya pada pandangan pertama. Hadiah pernikahan, begitu yang dikatakan Hendra. Alya tidak mempertanyakan jelas, hadiah rumah benar di atas kepemilikannya atau tidak. Alya tidak serakah itu, baru menjadi istri berani mengungkit harta. Alya cukup berusaha menjadi istri yang baik dan taat, walaupun cinta untuk sang suami belum hadir. Hari-hari yang dijalani Alya dan Hendra sangat harmonis. Hendra tidak pernah pulang terlambat, jika pun terpaksa, tetap memberikan kabar. Alya jauh dari orang tua, sanak saudara tidak terasa hidup sendiri di perantauan karena memiliki suami yang begitu perhatian dan limpahan cinta. Menolak mempekerjakan asisten rumah tangga, Alya sanggup mengurus rumah seorang diri. Hendra hanya pasrah menuruti keinginan istri. Jika di hari libur kerja, maka tugasnya meringankan kerjaan Alya. Sungguh sebuah rumah tangga yang dielukan banyak orang, jauh dari cekcok karena belum dikaruniai keturunan atau kehadiran orang ketiga. Setahun sudah biduk rumah tangga mereka berjalan baik-baik saja. Namun, beberapa hal yang membuat Alya penasaran. Hendra belum pernah membawa Alya mengunjungi orang tuanya. Menurut Hendra, kedua orang tuanya tinggal di Semarang. Alya sempat bingung ketika Hendra memberi alasan orang tuanya sudah tua, jadi tidak mungkin menempuh perjalanan jauh ke Jakarta atau ke Aceh ketika mereka menikah. Bukankah sebaliknya, malah lebih baik mereka yang berkunjung ke sana? Alya tidak puas dengan jawaban Hendra karena sibuk pekerjaan. Libur lebaran bisa digunakan untuk bersilaturahmi. Akan tetapi, Hendra lebih menghabiskan waktu di ruang kerja. Tentu saja hal tersebut membuat Alya merindukan kampung halaman. Di saat lebaran merupakan momen berkumpulnya semua anggota keluarga atau sanak saudara. Saudara jauh akan pulang demi menemui keluarga, kapan lagi kalau bukan di saat seperti ini. Alya berpikir, paling tidak mereka akan mengunjungi orang tua Hendra saja. Ia bisa maklum perjalanan ke Aceh sangat jauh dan mungkin suaminya tidak cukup biaya. Namun, nihil bujukan Alya tidak mempan. Semakin hari sifat Hendra perlahan berubah. Alya menebak itu berawal di saat dirinya mengajak bertemu orang tua Hendra sendiri. Hendra kerap pulang terlambat, makanan yang disediakan juga tidak disentuh. Alya terus berpikir positif, mungkin itu faktor pekerjaan, membuat suaminya sibuk dan jarang mengajaknya bercengkrama. Harapan Alya pada hubungan berubah lebih baik, ternyata tidak membuahkan hasil, malah hatinya merasakan sakit ketika Hendra ikut menyinggung soal anak. Sebelumnya suaminya tidak pernah menyoal sama sekali, sehingga di suatu pagi mereka berselisih paham. Bukan, tepatnya pertengkaran yang dimulai dari Hendra. Status sosial Alya juga menjadi bahasan olokan Hendra. Berasal dari kampung, tidak berpendidikan, tidak memiliki pergaulan hebat, Hendra terus saja merendahkan Alya. Dalam pikiran hanya tentang keluarga dan keluarga, hingga kalimat cacian pun diterima Alya. Sakit, perih, bak sayatan luka ditoreh pisau beracun. Jika diobati pun mungkin tidak seperti sedia kala. Alya terjatuh terlalu dalam karena dihempas kuat setelah menerima sanjungan tinggi. Komunikasi keduanya semakin memburuk, meskipun begitu Alya tetap menjalani tugasnya sebagai seorang istri. Menyiapkan pakaian kerja, membuat sarapan, menyambut dengan senyuman ketika suaminya pulang tengah malam, Alya terus berusaha memperbaiki, walau itu sulit. Setahun setengah menjadi istri Hendra Setiawan, Alya belum mengetahui berapa gaji yang diterima suaminya perbulan. Tempat kerjanya juga tidak diketahui Alya. Menurutnya, asal suaminya bertanggung jawab atas nafkah, itu sudah cukup. Namun, itu dulu ketika rumah tangga mereka tidak terbentur masalah. Kesehatan mental Alya semakin buruk, tidak mempunyai tempat mengadu. Menghubungi keluarga di kampung, itu tidak mungkin. Jangan sampai kedua orang tuanya mengetahui kemelut rumah tangganya. Uang bulanan yang dikirim Hendra untuk orang tuanya dulu sejak mereka menikah sebesar satu juta rupiah, entah masih berlangsung atau tidak. Alya berpura-pura menanyakan kabar ibu-bapak di Aceh dan diketahui bahwa hanya dua bulan saja uang yang mereka terima dari Hendra. Alya mendiamkan soal transferan untuk keluarganya karena ia pun tidak berharap banyak pada Hendra untuk membantu keluarga. Untuk dirinya saja saat ini tidak lebih dari lima ratus ribu uang yang diberi Hendra. Uang sebanyak itu akan sulit Alya mengatur pengeluaran. Di tengah keterpurukan rumah tangga mereka, pada suatu malam Hendra membawa seorang wanita muda beserta seorang anak laki-laki kecil. Alya menaksir usia anak kecil tersebut sekitar dua tahun. Hendra mengenalkan pada Alya bahwa wanita itu adalah adik perempuannya. Dengan senang hati menerima anggota keluarga Hendra, Alya juga merasakan sifat Hendra berubah. Suaminya sudah lebih terbuka tentang hal apapun, mulai bercanda dengannya dan ikut menikmati makan bersama yang telah lama tidak mereka lakukan lagi. Adik perempuan Hendra bernama Sheila. Alya mulai akrab dan sangat cocok tinggal bersama. Alya juga sering mendapati Hendra bercanda dengan keponakannya dan meminta izin untuk tidur dengan anak kecil itu bila malam hari. Alya tidak mempermasalahkan, mungkin suaminya rindu kehadiran anak di antara mereka. Semakin lama, Alya merasa keganjilan. Sheila sering mengambil alih mengurus keperluan Hendra, dari makanan hingga pakaian kerja. Awalnya Alya tidak keberatan, tetapi Sheila seperti menguasai kamar pribadi mereka dan seisi rumah. Bagi Alya itu tidak pantas, walaupun mereka saudara kandung. Sikap Sheila juga tidak seramah ketika baru datang. Adik perempuan Hendra itu terkadang melontar kalimat tidak mengenakkan di telinga Alya. Pakaian tertutup Alya sering menjadi cemoohan Sheila. Kedekatan Hendra dan Sheila timbul kecurigaan pada diri Alya. Hendra memberi perhatian lebih pada adiknya. Salah satu contoh, menjaga semalaman ketika Sheila jatuh sakit, sampai ke kamar mandi pun Hendra ikut masuk. Itu sangat mengganggu pikiran Alya. Suatu malam Alya terbangun tidak menemui suaminya di dalam kamar. Tiba-tiba merasa haus, Alya jarang merasa tenggorokannya kering di tengah malam. Turun ke lantai bawah, seketika Alya mematung pada pandangan sangat menyakitkan. Sheila dan Hendra sedang berciuman mesra di kamar Devano-anak laki-laki Sheila. Pintu kamar yang tidak tertutup, Alya sangat mudah melihat pandangan menjijikkan mereka. Pakaian tidur Sheila yang sangat minim menambah air mata Alya jatuh deras. Hati sakit, seluruh badan gemetaran, seakan lantai tempatnya berpijak runtuh seketika. Tertatih-tatih mendekat pintu kamar, Alya mengejutkan dua sejoli itu dari cumbuan panas. Hendra kelabakan dan Sheila diam-diam tersenyum menang. Setelah Alya memaksa, akhirnya Hendra mengakui bahwa Sheila kekasihnya dulu dan Devano merupakan anak kandung Hendra. Alya hampir hilang akal pada kenyataan yang meluluhlantakkan hidupnya. Alya tidak terima, tetapi harus menerima keputusan Hendra menikahi Sheila. Selama setengah tahun bertahan dengan berbagi suami, Alya sangat merasakan Hendra tidak bersikap adil. Hendra setiap hari libur membawa Sheila dan Devano pergi liburan. Hendra juga menyerahkan semua hak keuangan dikelola Sheila. Alya ibarat pembantu dan Hendra tidak pernah membelanya sama sekali. Alya tidak tahan, hingga kata cerai itu keluar dari bibirnya. Alya tahu tidak pantas kata tersebut terucap baginya sebagai perempuan yang pernah menuntut ilmu agama. Daripada berlaku zalim pada diri sendiri, lebih baik Alya mundur dari pernikahannya yang baru dua tahun lebih terbina. Dengan senang hati Hendra melepas Alya. Proses perceraian pun dilakukan tanpa diketahui keluarga Alya. Sebagai wanita mandul, Hendra menghina Alya di ujung pernikahan mereka yang hampir selesai. Alya tidak langsung kembali ke Aceh, ia mencari pekerjaan di tengah-tengah kehidupan rumit ibukota. Bekerja di sebuah usaha jahitan pakaian, Alya mulai mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Menyewa kost kecil, hidup Alya berstatus janda sangat sederhana. Tidak diketahui Hendra, bahwa Alya lulusan mahasiswa dari universitas ternama di Aceh. Mengambil jurusan manajemen, Alya pernah bekerja di salah satu instansi pemerintah di Aceh. Tentu bukan hal sulit untuk Alya menguasai ilmu komputer, bila ia bertekad melamar pekerjaan di salah satu perusahaan di Jakarta. Lamaran Alya pun diterima sebagai karyawan di bawah manajemen personalia. Tidak disangka ternyata Hendra bekerja di perusahaan yang sama. Tidak pernah saling mengenal, Alya menutup rapat masa lalunya. Ketekunan dan kepintaran yang dimiliki Alya, membuahkan hasil. Gaji yang diterima pun bertambah. Digunakan untuk menyewa rumah yang lebih layak, sebagiannya dikirim untuk orang tua di kampung. Alya tidak mengetahui bahwa seorang pria memperhatikannya diam-diam dari jauh. Berawal dari tingkah konyol sang pria, Alya mulai mengerti bahwa pria itu bermaksud serius. Setahun bekerja Alya mengajukan cuti. Alya pulang ke Aceh dan menceritakan semua yang dialami selama di perantauan. Sangat terkejut, orang tua Alya tidak menyangka putri semata wayang mereka diperlakukan tidak baik oleh Hendra. Pria mapan dan tampan itu juga mengikuti Alya sampai ke Aceh. Dengan sopan dan berani, ia melamar Alya saat itu juga. Butuh waktu untuk Alya menata kembali hatinya yang hancur. Pria bernama Gibran Alvaro-yang juga merupakan pemimpin perusahaan besar tempat Alya bekerja rela menunggu hati Alya terbuka kembali. Selama itu juga Hendra mendekati lagi. Alya tidak akan mengulang masa lalu, mengingat pun tidak sudi. Akhirnya selama tiga tahun berstatus janda, Alya bersedia diperistri Gibran. Tidak sampai setengah tahun, Alya pun hamil dan dikaruniai anak kembar. Kebahagiaan mereka bertambah lengkap dengan kehadiran buah hati. Kabar tentang Hendra sangat menyedihkan, ternyata Devano bukanlah darah dagingnya. Sheila menipu Hendra memutarbalikkan fakta. Rumah tangga mereka juga kandas. Karir Hendra ikut hancur karena penggelapan dana proyek perusahaan dan berakhir di penjara.

Share