Try new experience
with our app

INSTALL

KLAKLIK 

Drama

27

Nafas Cinta Ibu (Sinopsis)

Terbaringlah seorang wanita cantik berusia lebih dari separuh abad di ranjang suatu rumah sakit besar di bilangan Jakarta Pusat. Wanita itu masih tampak terlihat sangat cantik walau hanya tertinggal kulit dan tulang saja akibat penyakit kanker paru-paru yang dideritanya. Di samping ranjang itu duduklah dua orang yang begitu setia mendoakan Karmila Lestari, Ibunda mereka. Mereka adalah Wahyu Darmawan dan Mentari Darmawan. Mereka sudah pasrah dengan ketetapan yang Allah berikan apabila Sang Ibunda harus kembali ke sisi-Nya. Dokter sudah angkat tangan dan mengatakan penyakit Ibu sudah tidak bisa lagi disembuhkan. Hanya keajaiban satu-satunya harapan mereka. Tiga hari setelahnya, Sang Ibu akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Tubuh yang dulu amat sangat kuat kini terbaring tak berdaya di bawah tanah. Semua orang merasa sangat kehilangan sosok Karmila Lestari. Bahkan rumahnya penuh dengan karangan bunga dari beberapa orang yang mengenal baik almarhumah. Setelah pemakaman selesai, semua keluarga inti berkumpul. Termasuk ke tiga anak Karmila dari dua pernikahannya. Gilang Ramadhan, Wahyu Darmawan dan Mentari Darmawan.  Beni, paman mereka yang merupakan adik ipar Karmila yang selama ini menjadi orang kepercayaan Karmila. Memberikan tiga pucuk surat untuk masing-masing putra putrinya. Karmila berpesan untuk memberikan tiga pucuk surat itu ketika dirinya telah tiada. Mereka terkejut dan tidak menyangka Ibu melakukan ini. Semua membaca isi dari surat itu seksama. Perlahan, satu persatu dari mereka mulai berlinang air mata dan pada akhirnya air mata mereka tumpah. Mereka tidak mengira perjuangan sang Ibu untuk membesarkan mereka hingga sukses seperti ini begitu besar. Dari ketiganya, hanya Gilang yang terlihat berbeda. Gilang Ramadhan yang memang sangat membenci Ibu kandungnya itu. Hancur hatinya begitu membaca seluruh isi surat itu. Rasa sesal mulai menyesakkan dadanya. Orang yang selama ini dia benci karena meninggalkannya begitu saja saat berusia tiga tahun itu ternyata salah besar.  Dari sepucuk surat itulah fakta sebenarnya terungkap bahwa Karmila tidak meninggalkannya, tetapi Ayah kandungnya lah yang mengambil paksa Gilang dari Ibunya. Berjalanlah ia ke suatu ruangan yang terlihat seperti kamar. Ia menutup pintu kamar itu dan berdiam diri di sana, dia tidak memperbolehkan siapapun masuk bahkan istrinya sendiri. Ia ingin menikmati kesendirian ini di kamar milik Sang ibunda. Sebuah buku bersampul merah hati terlihat menarik perhatiannya. Perlahan ia membuka lembar demi lembar buku itu. Air matanya sudah tidak bisa terbendung lagi, menangislah ia sejadi-jadinya dengan masih mendekap buku catatan harian milik Karmila Lestari. Perjalanan hidup Sang Ibunda yang tak mudah hingga bisa sukses seperti sekarang ini. Tahun 1985, Karmila Lestari muda yang masih dengan mengenakan seragam SMA terlihat berjalan riang gembira bersama teman-temannya. Bayang-bayang masa depannya sudah tergambar jelas, dan dia merupakan murid berprestasi di sekolah. Tanpa diketahuinya setelah tamat SMA ia akan dinikahkan oleh seseorang sebagai penebus hutang ayahnya. Karmila Lestari, terlahir dari keluarga ekonomi rendah di suatu desa terpencil di Jawa Timur. Jangankan untuk sekolah, untuk makan sehari-hari saja sudah kesulitan. Ayah Karmila memiliki hutang yang cukup banyak kepada Pak santoso, juragan beras terkaya di desanya. Karena tidak bisa membayar, Pak Santoso memberi pilihan untuk menikahkan Karmila dengan Hendra, Putra tunggalnya yang sangat tampan tapi memiliki perangai buruk. Pernikahan pun terjadi, Karmila sempat menolak tetapi ia tidak punya pilihan lagi. Adik-adiknya masih kecil dan butuh biaya untuk sekolah. Hancurlah semua impian Karmila yang sudah ia rencanakan. Ia mengorbankan semuanya demi berbakti kepada keluarga. Terlebih lagi pernikahan ini tanpa didasari rasa cinta. Hendra sama sekali tidak tertarik dengan Karmila walau wajah gadis itu tidak jelek-jelek amat. Bahkan Hendra memberi peraturan tertulis bahwa sampai kapanpun ia tidak akan mencintainya dan tidak akan menyentuhnya layaknya seorang suami kepada istrinya. Selama pernikahan hidup Karmila tidak bahagia, ia diperlakukan semena-mena oleh keluarga Hendra, bahkan dia dijadikan pembantu di rumah besar itu. Sedangkan Hendra tetap bermain perempuan dan tidak menghargai Karmila sebagai istri sahnya. Hati Karmila menjerit, namun apa daya, dia harus menerima kenyataan pahit ini. Di tambah Pak Santoso pernah berbuat tidak senonoh terhadap dirinya. Sampai suatu ketika Hendra melakukan kesalahan, Karmila hamil. Namun sangat disayangkan, Hendra sama sekali tidak menerima kehamilan anak yang dikandung Karmila, malah ia menuduh Karmila berbuat serong. Padahal jelas-jelas anak yang dikandung Karmila adalh anaknya. Karena hasutan Ibu mertua, Karmila di usir dari rumah besar itu. Ia luntang lantung dengan kondisi hamil. Bahkan keluarga Karmila pun sudah tidak memperdulikannya lagi. Untuk bertahan hidup dan untuk membiayai persalinannya ia memilih merantau ke Ibu Kota dan bekerja serabutan. Banyak orang yang tak tega melihat kondisi Karmila seperti itu. Hingga akhirnya Karmila melahirkan Gilang dibantu oleh tetangga kontrakan yang baik hati. Di usia Gilang beranjak tiga tahun, ujian hidup harus dihadapinya lagi. Hendra dan Ibu mertuanya mengambil paksa Gilang dari tangannya. Sekuat tenaga Karmila berusaha mempertahankan Gilang dalam pelukannya. Ibu mana yang bisa hidup berjauhan dengan buah hatinya yang susah payah dilahirkan. Namun apa daya, ia tidak memiliki kekuatan apapun. Mereka memiliki banyak uang dan bisa menyewa pengacara mahal untuk melawannya. Walaupun begitu ia masih memperhatikan Gilang dari kejauhan.  Hidup Karmila terasa hancur berkeping-keping. Ia masih bisa menahan lapar dan haus berhari-hari, tetapi ia tidak dapat hidup terpisah jauh dengan Gilang. Di tengah keterpurukannya ia sempat mencoba untuk bunuh diri dengan melompat dari jembatan. Syukurlah ia berhasil dicegah oleh seorang pria baik hati, Bagas Darmawan. Pria itu mampu membuat Karmila membatalkan niatnya untuk bunuh diri. Dari awal pertemuan itulah akhirnya tumbuh benih-benih cinta di antara keduanya. Mereka akhirnya menikah walau sempat ditentang oleh saudara Bagas yang lain. Dari pernikahan tersebut lahirlah Wahyu Darmawan dan Mentari Darmawan. Lagi-lagi ujian masih setia menerpa Karmila. Wahyu, belum juga bisa bicara sampai di usianya yang ke lima tahun. Dibandingkan dengan mentari yang pandai bicara di usia dua tahun. Padahal Wahyu bisa memahami apa yang orang lain katakan. Bagas dan Karmila mulai dilanda kepanikan. Ia terus berkonsultasi ke dokter spesialis manapun yang terbaik di daerahnya. Bahkan pengobatan alternatif pun sudah ia lakukan demi kesembuhan Wahyu. Berbagai cibiran dan ejekan mulai terdengar di telinga mereka. Terutama oleh pihak iparnya. Walaupun begitu, Ibu Bagas terus memberi dukungan dan semangat untuk mereka demi proses penyembuhan Wahyu. Hingga suatu saat keajaiban terjadi di hadapan mereka, kebahagiaan sekaligus kesedihan datang secara bersamaan. Sore itu, keluarga kecil nan bahagia sedang berjalan-jalan di taman kota. Wahyu merengek kepada Bagas untuk minta dibelikan es krim yang berada di seberang jalan. Ketika Bagas hendak menyeberang sebuah mobil langsung menabrak Bagas hingga terpental. Di saat itulah Wahyu tanpa sengaja berteriak menyebut nama “Ayah”. Sontak Karmila langsung menoleh dan betapa terkejutnya ia melihat Sang Suami yang ia cintai bersimbah darah dan meninggal ditempat. Tepat di hadapannya, Wahyu terus menerus memanggil Ayahnya yang sudah tak bernyawa lagi. Karmila begitu syok mengetahui kenyataan dihadapannya ini. Semua terjadi secara bersamaan. Kepergian Bagas memberikan luka teramat dalam dihatinya. Di saat dia sudah menemukan belahan hatinya yang menerima dan tulus mencintai dirinya, ia harus rela menerima Bagas pergi meninggalkannya. Dan kini Wahyu pun sudah bisa berbicara lagi layaknya anak normal lainnya. Keajaiban ini merupakan satu-satunya kebahagiaan bagi karmila, hanya saja Bagas tidak bisa melihat Wahyu berbicara. Waktu terus berjalan, Karmila dan kedua anaknya harus tetap melanjutkan hidup walau tanpa kehadiran Bagas. Dengan sisa tabungan yang dimilikinya sepeninggal Bagas, Karmila mencoba untuk berjualan apa saja. Cibiran dan hinaan dari adik-adik Bagas perlahan ia berusaha untuk menampiknya. Hanya Beni, adik bungsu Bagas yang begitu baik kepadanya dan kedua keponakannya. Bahkan Beni ikut membantu Karmila berjualan dna menjadi orang kepercayaan Karmila hingga di penghujung hayatnya. Usaha warung soto Karmila mulai meluas hingga membuka cabang di tempat lain. Hasil dari ketekunannya, akhirnya Karmila bisa menyekolahkan Wahyu dan Mentari hingga ke universitas. Dan disaat yang sama, tanpa sengaja ia bertemu dengan Gilang Ramadhan ketika putra sulungnya itu sedang makan siang di warung sotonya. Karmila masih mengenali Gilang walau sudah bertahun-tahun tidak bertemu.  Ikatan darah seseorang tidak bisa di tepis begitu saja, Gilang yang selama ini sudah terhasut oleh Ayah dan neneknya untuk membenci Ibu kandungnya. Sudah berbagai macam cara Karmila berusaha untuk meyakinkan Gilang dan memohon maaf atas kesalahannya yang tidak mencari dirinya.  Wahyu dan Mentari dibuat terkejut dengan kenyataan yang selama ini Karmila sembunyikan dari mereka. Sikap Gilang yang angkuh dan sombong bahkan hampir tidak mengakui Karmila sebagai Ibunya membuat mereka membenci sosok Gilang. Bahkan sampai Ibu mereka dimakamkan, mereka masih tidak suka dengan kehadiran Gilang. Beni lah yang memaksa Gilang untuk datang. Kini mereka sudah sukses dengan pasangan hidup masing-masing. Semua yang mereka miliki sampai di titik ini berkat usaha dan doa Karmila Lestari. Wanita tangguh yang berhasil melewati kerasnya hidup hingga penyakit kanker paru-paru yang menggerogoti tubuhnya. Gilang berkali-kali mengucapkan kata maaf seraya memeluk buku catatan itu. Kini ia sadar, Ibu bukanlah seperti yang ia pikirkan. Ia menyesal terlalu percaya dengan Ayah dan Neneknya. Andai waktu bisa berputar, ia ingin mencium Karmila untuk terakhir kalinya. Gilang menyesal, sudah banyak waktu terbuang sia-sia. Kini ia hanya mempunyai dua adik walau berbeda ayah. Wahyu dan Mentari juga senang akhirnya mereka bisa bersatu lagi tanpa kebencian. Selamat jalan Karmila, damailah di alam sana. Kini semua anak-anakmu sudah bersatu lagi seperti keinginanmu.

Share