Contents
KLAKLIK
Religi
Mahkota surga untuk Ayah(sinopsis)
Kisah seorang gadis tangguh dari lima bersaudara yang menginginkan memberikan mahkota surga bagi sang ayah yang sudah tiada. Berawal dari penyesalan seorang gadis bernama Aisyah Sarah, 22 tahun, yang merasa menyesal karena tak bisa melihat sang ayah untuk yang terakhir kalinya. Walau hanya untuk melihat jenazah sang ayah karena dirinya telat datang saat pemakaman Abas, sang ayah. Aisyah telat datang karena dirinya tengah merantau di kota, dan Aisyah baru mengetahui ayahnya tiada setelah satu hari dari pemakaman sang ayah. Karena saat Aisyah di beri tahu, telepon Aisyah tak bisa di hubungi dan ternyata telepon genggam Aisyah tengah berada di konter karena rusak. Setelah satu hari itu Aisyah membuka telepon genggamnya yang sudah selesai di perbaiki. Betapa terkejut dan shoknya Aisyah saat tahu jika ayahnya ternyata sudah tiada hari kemarin. Dengan perasaan campur aduk Aisyah langsung minta izin pada sang bos tempatnya bekerja untuk pulang kampung. Aisyah pun pulang dan tiba di kampung halaman dalam keadaan hati hancur karena dirinya tak bisa melihat wajah sang ayah untuk terakhir kalinya. Aisyah hanya mampu menyesal dan menangis di samping makam ayahnya. Menyesal karena tak bisa melihat wajahnya untuk terakhir kalinya, juga tak bisa di hubungi saat adik dan kakaknya berusaha menghubungi Aisyah. Selain karena Aisyah pekerja baru di toko baju milik Diana, sang bos. Aisyah juga tak punya keluarga lain di kota. Untuk itu, saat handphonenya rusak, tak ada yang bisa di hubungi lagi selain telepon Aisyah. Aisyah berjanji pada dirinya sendiri untuk menebus kesalahannya pada sang ayah, memberikan mahkota surga untuk sang ayah dengan menjadikan adik-adiknya menjadi tahfidz Qur'an. Walau Aisyah tahu mungkin itu tak mudah karena memerlukan biaya yang tak sedikit. Namun, tekad Aisyah sudah bulat dan akan terus berusaha untuk menggapai tujuannya. Aisyah pun tak ingin jika nanti adik-adiknya seperti dirinya yang tak melanjutkan sekolah karena alasan biaya. Syarifah, 16 tahun, adik pertama Sarah adalah gadis pintar dan selalu mendapatkan nilai yang bagus di sekolahnya. Syarifah juga memiliki cita-cita yang sama dengan sang Kakak, yaitu memberikan mahkota pada sang ayah di surga nanti. Syarifah yang kebetulan baru keluar MTS awalnya pasrah jika dirinya harus tak lanjut sekolah lagi karena sang ayah kini sudah tiada. Aisyah pun mengambil alih peran sang ayah dan memutuskan untuk memasukkan Syarifah ke pesantren Tahfidz di kotanya. Di saat Aisyah dan ibunya tengah sepakat untuk memasukkan Syarifah ke pondok pesantren, sang kakak pertama dan kedua menentangnya. Rika sebagai kakak pertama merasa keberatan jika adiknya harus tetap mondok dan sekolah. Pasalnya, sang ayah tak meninggalkan harta yang cukup untuk anak-anaknya. Begitu pun sang kakak kedua, bernama Jainab. Mereka menentang dan tak setuju jika Syarifah harus lanjut sekolah dan masuk pesantren, karena Syarifah pun masih memiliki adik laki-laki yang mau masuk SMP yang juga membutuhkan biaya. Rika dan Jainab justru meminta Syarifah untuk kerja dan membantu ekonomi keluarga. Karena mereka berpikir jika nanti mereka harus membantu membiayai pesantren Syarifah. Padahal mereka berdua sudah menikah dan berkeluarga. Akan tetapi, mereka memang sering merepotkan ayah dan ibunya. Untuk itu, saat tahu Syarifah mau di masukkan ke pesantren, mereka keberatan karena pasti membutuhkan biaya besar dan mereka tak ingin jika itu akan berimbas pada kehidupan mereka. Di tengah tentangan itu, Aisyah mengatakan jika biaya pesantren Syarifah dirinya yang tanggung dan tidak akan merepotkan kedua kakaknya. Dengan keteguhan hati, Aisyah terus bekerja bahkan mencari banyak tambahan pekerjaan dengan berjualan online juga menerima cuci gosok dari para tetangga kosnya. Aisyah mengerjakannya setelah dirinya pulang dari bekerja di toko baju. Syarifah pun berhasil masuk ke pesantren Tahfidz dengan dorongan dari sang kakak. Namun, di tengah-tengah perjuangan Aisyah untuk membiayai adiknya, Aisyah sering sakit karena kelelahan. Karena keadaan sang kakak yang kurang baik, Syarifah memutuskan untuk berhenti dan keluar dari pesantren. Baik Syarifah maupun Aisyah, akhirnya pasrah jika memang mereka tak bisa menggapai cita-cita mereka untuk memberikan mahkota surga untuk sang ayah karena ekonomi yang tak memungkinkan. Apalagi kini Hasan, adik bungsu Aisyah pun tengah membutuhkan biaya cukup banyak untuk sekolahnya. Karena kedua kakaknya yang lain tak mau ikut campur dan membantu Aisyah. Suatu hari, saat Syarifah tengah mencari pekerjaan. Syarifah bertemu dengan salah satu gurunya waktu di SMP bernama Bu Salamah dan bercerita jika dirinya tengah mencari anak-anak yatim yang mau masuk ke yayasan Tahfidz milik suaminya. Dengan syarat mau belajar sambil mengajar. Tentu saja Syarifah senang dan mengatakan jika dirinya bersedia. Akhirnya dengan dukungan dan semangat dari ibu dan sang kakak, Syarifah pun masuk pesantren Tahfidz kembali dan berhasil menghafal hingga 20 juz di tahun ke-2. Syarifah pun akan terus berusaha untuk sampai menjadi tahfidzah. Dengan harapan untuk menghadiahkan pahalanya menjadi mahkota surga untuk sang ayah. Aisyah dan Syarifah pun berniat untuk memasukkan Hasan ke pesantren Tahfidz itu dengan harapan yang sama. Suatu ketika saat Aisyah dan sang ibu pulang mengantarkan Hasan ke pesantren Tahfidz milik Kyai Amir. Aisyah tak sengaja bertemu dengan laki-laki tengah kebingungan untuk pulang ke rumahnya karena dompet, serta hartanya di rampas oleh rampok. Aisyah pun dengan senang hati membantu laki-laki tampan itu dengan memberikan sedikit uang untuk ongkosnya pulang. Laki-laki itu pun sangat berterima kasih pada Aisyah dan berjanji akan membayar uang yang Aisyah berikan padanya nanti. Satu bulan setelah Aisyah mengantarkan Hasan ke pesantren. Kini Aisyah pun ingin mengunjungi adik-adiknya sekalian sungkem pada Kyai Amir dan Bu Salamah sebagai pemilik yayasan. Betapa terkejutnya Aisyah saat tiba di rumah Kyai Amir, karena Aisyah bertemu kembali dengan laki-laki yang bulan lalu di tolongnya. Tak hanya Aisyah, laki-laki bernama Zainal Fikri itu pun terkejut sekaligus senang karena bisa bertemu kembali dengan Aisyah. Gadis yatim yang tangguh, penyayang serta berbakti pada orang tuanya. Mereka pun jadi lebih akrab karena ternyata Zain, panggilan Zainal Fikri itu adalah putra Kyai Amir yang belum lama pulang dari menyelesaikan pendidikannya di Kairo. Hingga Zain pun jatuh hati pada Aisyah dan terpesona pada keteguhan hatinya untuk menjadikan adik-adiknya sebagai Tahfidz Qur'an. Aisyah terkejut saat Zain mengatakan ingin melamarnya, karena Aisyah merasa tak sebanding dengan Zain pria tampan dan seorang Sarjana Kairo. Kyai Amir dan Salamah sangat marah saat mendengar jika Zain ingin menikahi Aisyah. Karena mereka merasa Aisyah tak cocok untuk Zain karena perbedaan mereka sangat jauh, walaupun mereka tahu jika Aisyah adalah gadis solehah. Karena nafsu dan rasa tak suka pada hubungan Zain dan Aisyah pun, Amir memutuskan untuk tidak menerima adik-adik Aisyah lagi di yayasannya jika Aisyah tetap melanjutkan hubungannya dengan Zain. Aisyah harus kembali merasakan kepahitan hidup dan harus merelakan hatinya karena Aisyah ingin tetap menjadikan adik-adiknya tahfidz Qur’an. Zain pun mengerti jika Aisyah menolak lamarannya dan ingin mengakhiri hubungan mereka, karena dari awal Aisyah sudah bercerita tentang cita-citanya. Amir menjodohkan Zain dengan salah satu putri dari donatur yayasannya. Walau Zain sudah menolak, tapi Zain hanyalah seorang anak yang hanya ingin berbakti pada orang tuanya. Zain akhirnya menikah dengan Sintya yang ternyata adalah penyuka sesama jenis. Hal itu pun baru di ketahui oleh Amir setelah dua bulan pernikahan Zain. Karena Zain pun tak ingin menyentuh Sintya dan baru di ketahuinya saat Sintya kepergok berduaan dengan teman wanitanya di kamar Zain. Hingga akhirnya Amir teringat pada dosanya terhadap Aisyah. Gadis solehah dan tangguh yang telah di sakiti hatinya. Amir pun akhirnya merestui hubungan Zain dengan Aisyah. Sungguh Aisyah begitu bersyukur karena akhirnya adk-adiknya bisa menjadi tahfidz Quran. Juga dirinya bisa memiliki suami yang sempurna seperti Zain. Mungkin itu adalah balasan dari kesabaran dan keikhlasan Aisyah dalam memperjuangkan memberikan mahkota surga untuk sang Ayah. Wallahu' alam.
Share
.
Show Reply (0) Add Reply